Bandung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan jumlah balita stunting pada 2024 tersisa 14 persen meski pandemi COVID-19 dikhawatirkan memengaruhi capaian target tersebut.
"Penurunan prevalensi stunting di Jabar dari 2013-2019 kurang lebih 9,1 persen dan rata-rata penurunan sebesar 1,51 persen per tahun. Pada 2019, Jabar ada di peringkat 11, lebih baik dari rata-rata nasional," kata Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja saat pembukaan Penilaian Kinerja Kabupaten Kota dalam Pelaksanaan Delapan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Terintegrasi Provinsi Jabar Tahun 2021 yang diselenggarakan Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (PPM) Bappeda Jabar, Selasa.
Adapun tiga wilayah dengan prevalensi tinggi 30-40 persen itu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Sementara yang sesuai dengan ketetapan batas maksimal WHO yaitu di bawah 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita hanya di tiga wilayah yaitu Kuningan, Depok dan Kota Sukabumi.
“Pada tahun 2013, prevalensi angka stunting di Jabar itu 35,1 persen, kemudian pada tahun 2018 menjadi 31,1 persen dan tahun 2019 turun menjadi 26,21 persen,” ujar Setiawan.
Menurut Setiawan, untuk mencapai target nasional 14 persen diperlukan upaya akselerasi tidak hanya business as usual atau BAU.
Setiap tahunnya, Pemda Provinsi Jabar meningkatkan lokasi prioritas stunting. Pada 2018, lokasi prioritas 13 kota/kabupaten, pada 2019 sebanyak 14 kota/kabupaten, pada 2020 sebanyak 20 kota/kabupaten, 2021 yakni 23 kota/kabupaten, hingga pada 2022 seluruh kota/kabupaten di Jabar menjadi lokasi prioritas stunting.
Strategi percepatan penurunan stunting di Jabar, kata Setiawan, yaitu delapan aksi konvergensi dan integrasi di daerah yang menjadi instrumen dalam bentuk kegiatan.
Mulai dari rencana kegiatan, analisa kegiatan, rembuk stunting, pengukuran dan publikasi stunting serta pembinaan KPM yang masing-masing instrumen memiliki penanggungjawabnya seperti Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
“Selain itu juga untuk konvergensi percepatan penurunan stunting dilakukan baik dari level pemerintah pusat, di mana terdapat 18 Kementerian lembaga berkontribusi dalam penurunan stunting dan sampai di level desa,” ujarnya.
Setiawan menambahkan, upaya percepatan penurunan stunting pun dilakukan melalui pendekatan multisektor. Hal itu tentu saja tidak terbatas pada sektor kesehatan.
“Kalau kita melihat di sini, mulai dari kesehatan dan gizi, air minum dan sanitasi. Kemudian pengasuhan dan PAUD, perlindungan sosial dan ketahanan pangan,” katanya.
Lainnya, pelibatan multi-stakeholder yang merupakan satu pendekatan pelibatan mulai dari dunia usaha, mitra pembangunan, media dan akademisi.
"Kami sudah menjabarkan dengan Bappeda cross-cutting program atau konvergensi percepatan penurunan stunting yang terintegrasi,” kata Setiawan.
Baca juga: PKK Jabar: Penanganan pandemi jangan lupakan soal gizi dan "stunting"
Baca juga: Pemprov Jabar sebar 50.000 telur ayam di Bandung Raya cegah "stunting"
Baca juga: Atalia Kamil: stunting salah satu faktor rendahnya kualitas SDM