Dalam artikel yang mencakup topik yang luas di Jurnal Kesehatan Masa Depan, di mana dia menyerukan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam layanan kesehatan, pewaris tahta Inggris itu juga mengkritik mereka yang bersuara melawan suntikan vaksin COVID-19.
“Siapa yang mengira ... bahwa di abad ke-21 akan ada upaya lobi yang signifikan menentang vaksinasi, mengingat rekam jejaknya dalam memberantas berbagai penyakit yang mengerikan dan potensinya saat ini untuk melindungi dan membebaskan sebagian dari mereka yang paling rentan di masyarakat kita dari virus corona?” tulisnya.
Pangeran berusia 72 tahun itu sempat terkena virus corona pada Maret tahun lalu. Ia, dan anggota senior keluarga kerajaan Inggris lainnya, telah gencar mendukung vaksinasi.
Bulan lalu, Pangeran Charles dan istrinya Camilla (73 tahun) telah menerima dosis pertama dari vaksin COVID-19. sementara Ratu Elizabeth (94 tahun) telah mendorong publik untuk divaksinasi, menegaskan bahwa suntikan itu tidak sakit dan mereka yang ragu-ragu perlu memikirkan orang lain.
Meski demikian, fokus dari artikel pangeran itu, yang dipublikasikan pada Rabu, adalah pesan terkait pentingnya integrasi ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan perilaku pribadi dalam menghadapi isu kesehatan jangka panjang.
“Saya juga meyakini bahwa obat-obatan akan perlu mengkombinasikan ilmu pengetahuan biologis dan kepercayaan, harapan, aspirasi, dan pilihan pribadi,” kata Charles, yang menyerukan pendekatan dengan pikiran terbuka (open-minded) untuk pengobatan non-konvensional yang manfaatnya telah lama ia dukung meskipun terdapat kritik dari berbagai pihak di sektor medis profesional.
Pada tahun 2011, seorang profesor pengobatan non-konvensional terkemuka menuduh pangeran telah mempromosikan "perdukunan", mengatakan bahwa dia dan pendukung terapi alternatif lainnya adalah "penjual minyak ular" yang mempromosikan produk tanpa dasar ilmiah.
Charles mengatakan dia selalu menganjurkan "yang terbaik dari kedua dunia" untuk menyatukan pengobatan konvensional dan non-konvensional yang berdasarkan bukti dan mencari jalan tengah atas masalah tersebut.
"Hanya dengan begitu kita dapat menghindari perpecahan dan intoleransi di kedua sisi persamaan konvensional/komplementer, di mana di satu sisi, regulasi yang tepat dari terapi akupunktur dan herbalisme medis ditentang, sementara di sisi lain kita menemukan orang-orang yang sebenarnya menentang vaksin yang dapat menyelamatkan kehidupan,” tulisnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Indonesia pesan 50 juta vaksin COVID-19 buatan Inggris
Baca juga: BPOM pastikan uji sampel vaksin AstraZeneca aman dan dapat ditoleransi baik
Baca juga: BPOM resmi keluarkan persetujuan izin penggunaan darurat Vaksin AstraZeneca