Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kemeterian Kelautan dan Perikanan 2018—2020 Zulficar Mochtar menyebut ekspor benih lobster hanya menghasilkan sedikit pemasukan untuk negara karena belum dilengkapi dengan aturan Penghasilan Negara Bukan Pajak (BNBP).
"Peraturan Menteri soal ekspor benih itu baru bisa beroperasi dengan benar bila ada ketetapan PNBP. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada ketetapan PNBP, jadi negara tidak kebagian apa-apa di situ," kata Zulficar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Zulficar menyampaikan hal tersebut ketika menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Saya tahu aturan PNBP belum keluar dari Kementerian Keuangan sehingga pemasukan negara dari sekitar 40 juta benih lobster yang diekspor hanya sekitar Rp11 juta karena mengikut aturan PP 75 Tahun 2015, yaitu per 1.000 benih lobster hanya dihitung Rp250,00 dan revisinya belum keluar," kata Zulficar.
Namun, Zulficar mengaku ekspor benih lobster tetap terus dilakukan karena Edhy Prabowo sejak awal mendorong pelaksanaan kegiatan tersebut.
"Jadi, Menteri mendorong ekspor perlu dilakukan sehingga penyelesaian aturan administrasi pararel berjalan dengan penyusunan petunjuk teknis, bahkan sejak April sudah meminta pelaku usaha untuk paparan melalui staf khusus, padahal peraturan menteri belum ada," ucap Zulficar.
Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia diketahui baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020.
Staf khusus Edhy Prabowo yang juga menjadi ketua tim uji tuntas pengekspor benih lobster, Andreau Misanta Pribadi juga meminta agar pengurusan izin dapat dipercepat.
"Akan tetapi, saya sampaikan harus ada patokan kuota dahulu berapa yang mau diekspor? Apakah 5, 10, 100 juta benih? Kalau tata kelola harus ada kuota sehingga harus dikonsultasikan. Staf khusus lalu konsultasi Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) dan BPSDMP mengirim surat pada tanggal 8 April 2020 bahwa bisa diekspor 139 juta," ungkap Zulficar.
Namun, angka 139 juta benih itu, menurut Zulficar, tidak melibatkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).
"Komnas Kajiskan itu seharusnya berisi orang-orang independen yang melakukan riset. Akan tetapi, pada saat itu Pak Menteri tidak membentuk Komnas Kajiskan dan komnas baru dibuat pada bulan Desember 2020, jadi tidak ada riset untuk sampai ke nilai 139 juta, hanya karena nilai sudah keluar maka itulah yang kami jadikan rujukan dalam membuat rekomendasi," kata Zulficar menjelaskan.
Angka 139 juta, menurut Zulficar, juga membuat sejumlah pihak tidak nyaman karena dinilai terlalu kecil.
"Banyak yang tidak nyaman karena di bayangan mereka 139 juta terlalu kecil. Mereka itu, termasuk Pak Menteri, penasihat karena mereka pikir bisa ekspor hingga ratusan juta hingga miliaran. Pak Menteri dalam pertemuan informal juga mengatakan harusnya ini jumlah miliaran," kata Zulficar.
Belakangan Zulficar memutuskan mundur dari KKP pada tanggal 14 Juli 2020 karena merasa tidak cocok dengan kebijakan Edhy Prabowo.
"Saya mundur karena tiga alasan, pertama melihat kebijakan di kementerian yang tidak mengarah keberlanjutan dan tidak pro poor, kedua tata kelola tidak sepenuhnya dijalankan, dan ketiga komitmen antikorupsi diragukan," kata Zulficar.
Pada bulan Oktober 2020, Zulficar lalu mengetahui kuota ekspor benih lobster ditambah menjadi 418 juta.
Baca juga: Hakim ragukan Effendi Gazali jadi penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan
Baca juga: KPK perpanjang penahanan mantan Menteri Edhy Prabowo selama 30 hari