Depok (ANTARA) - Semukasa Philimon, mahasiswa asal Uganda, Afrika Timur, menceritakan kisah dirinya yang memilih tetap berada di asrama mahasiswa Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, selama pandemi COVID-19.
"Saat itu, harga tiket mahal sekali, dan saya juga ragu apakah bandara buka atau tidak, sehingga saya memutuskan untuk tetap berkuliah online dari kamar asrama saya saja. Lagipula, saya juga menargetkan akan menyelesaikan perkuliahan dan akan kembali di tahun ini," kata Philimon dalam keterangannya di Depok, Rabu (17/6).
Saat ini, Philimon menempuh pendidikan jenjang magister (S2) dengan program studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Semenjak diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Philimon yang sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia itu memilih untuk tetap tinggal di Asrama UI, tempat indekosnya selama ini.
Philimon bercerita bahwa ia kerap dilanda rasa bosan, mengingat penghuni asrama juga sudah sangat berkurang. “Sebelumnya, asrama ini sangat ramai, saya bisa menghabiskan waktu senggang bersama teman asrama maupun teman di kampus, namun sekarang, hanya tersisa 68 mahasiswa penghuni asrama.”
Untuk melawan rasa bosan, Philimon kerap berolahraga keliling UI di sore hari, atau bermain futsal bersama keluarganya di Asrama UI.
"Ya, saya menyebut semua penghuni di asrama ini adalah keluarga saya, baik itu para mahasiswa, maupun pengelola asrama. Saya merasa asrama ini adalah second home saya, ada bapak saya juga di asrama ini, yaitu Kepala Asrama UI," katanya.
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia memberi satu sisi positif baginya, karena bisa merasakan momen kekeluargaan di sini.
Setiap harinya, makanan selalu disiapkan oleh pengelola Asrama UI. Pagi, siang, malam, kata Philimon, semua sudah tersaji dan terkadang, para penghuni asrama suka membahas bersama-sama, makanan apalagi yang harus dimasak.
"Kami pernah masak daun pepaya, saya kaget, pahit sekali. Lalu pernah juga kami memasak daun singkong, sayur asem, sambal. Meskipun makanan sudah disiapkan oleh pengelola Asrama UI, tetapi tidak ada tambahan biaya yang dibebankan kepada kami selain iuran bulanan," ujarnya.
Semenjak perkuliahan tatap muka ditiadakan, Philimon dan teman-temannya juga kerap memperoleh banyak dukungan dari orang-orang baik hati, yang bahkan tidak ia kenali.
Ia menuturkan banyak donatur yang datang memberikan makanan. Pihak fakultas juga selalu mengontak untuk memastikan apakah kondisi mereka baik-baik saja dan bisa mengikuti perkuliahan dengan baik.
Selain itu, pihak klinik makara dan keamanan kampus juga luar biasa mendukung para mahasiswa yang masih tinggal di asrama ini.
Kejadian menarik yang tidak bisa Philimon lupakan adalah ketika ia ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari di minimarket di luar asrama, ia mendapat pengawalan dari pihak asrama.
“Saya bilang tidak perlu repot-repot, namun mereka tetap mendampingi saya, karena khawatir saya tidak bisa menjelaskan jika ada petugas yang berwajib bertanya-tanya kepada saya. Bahkan ada teman saya yang juga dikawal ketika hendak pangkas rambut,” ujar pria berusia 32 tahun ini.
Selain memperoleh ilmu di bangku perkuliahan, Philimon juga memperoleh banyak pengetahuan akan kebudayaan Indonesia ketika berada di asrama.
"Asrama ini layaknya mini Indonesia, saya bisa berjumpa dengan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, katanya yang telah belajar bahasa dan budaya Indonesia selama enam bulan di BIPA , Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI itu.
Di asrama UI itu, Philimon mengaku bisa melihat langsung kondisi yang diibaratkan sebagai "laboratorium" budaya. "Ada banyak juga mahasiswa asing dari berbagai negara. Bangga bisa memiliki banyak teman di sini," kata Philimon.
Ketika ditanya hal yang tidak bisa dilupakan semasa pandemi COVID-19 di Asrama UI, dia mengatakan, saat melakukan takbiran bersama pengurus Asrama UI.
"Bertakbiran bersama pengurus asrama sangat mengharukan bagi saya. Mereka mau menemani teman-teman yang merayakan hari raya Idul Fitri, sementara kami tahu mereka juga memiliki keluarga. Seru sekali melihat keriuhan takbiran di tengah sepinya asrama,” kata Philimon yang merupakan mahasiswa UI angkatan 2017.
"Salah satu yang saya rindukan adalah Nasi Goreng Kambing kantin FIB UI. Semasa COVID-19 ini harus tutup, dan saya tidak yakin apakah saya bisa kembali lagi memakannya," kata Philimon menutup ceritanya.
Baca juga: Mahasiswa UI juara kompetisi COVID-19 INA IDEAthon lewat drone
Baca juga: Mahasiswa UI rancang piranti lunak tingkatkan produktivitas pertanian
Baca juga: Belum dapat subsidi pulsa, mahasiswa UI protes kampus
Baca juga: Mahasiswa UI ciptakan EndCorona, aplikasi asesmen risiko COVID-19