Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinan soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di industri perikanan kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti disampaikan dalam keterangan PTRI Jenewa yang diterima di Jakarta, Selasa.
Keprihatinan tersebut disampaikan Perwakilan Tetap RI (PTRI) di Jenewa dalam konsultasi informal dengan Presiden Dewan HAM pada 8 Mei 2020 dengan agenda pembahasan kemungkinan Dewan HAM PBB mengeluarkan pernyataan mengenai "Dampak Pandemi terhadap HAM".
Dewan HAM PBB tengah membahas upaya global untuk menjamin keseimbangan penanganan COVID-19 dan perlindungan HAM.
Baca juga: China janji serius tindaklanjuti pelarungan jenazah ABK Indonesia
Hal itu untuk menyikapi keprihatinan bersama bahwa negara, masyarakat, maupun individu menghadapi tantangan sulit dalam masa pandemi, dan sekaligus memajukan pendekatan HAM sebagai solusi.
Secara khusus delegasi Indonesia meminta Dewan HAM PBB untuk memberi perhatian pada situasi HAM yang kerap dilupakan, yaitu pelanggaran HAM di industri perikanan.
Delegasi RI merujuk pada kerentanan yang dihadapi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang hak-haknya sering dilanggar dengan kondisi kerja tidak manusiawi ataupun situasi seperti perbudakan, dan bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
"Dalam pertemuan virtual Presiden Dewan HAM dengan negara anggota dan wakil LSM internasional di Jenewa, Indonesia menggarisbawahi perlunya Dewan HAM untuk tegas melindungi HAM kelompok rentan yang sering tidak diperhatikan, yaitu hak-hak para ABK yang bekerja di industri perikanan," kata Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib.
Baca juga: Menlu: Indonesia kutuk perlakuan tidak manusiawi terhadap WNI di kapal China
Lebih lanjut Dubes Hasan Kleib menegaskan bahwa perlindungan HAM bersifat strategis dalam hal industri perikanan karena merupakan industri kunci rantai pangan dan pasokan global dalam masa normal, apalagi dalam situasi pandemi sekarang.
Dalam pembahasan rancangan Pernyataan Presiden Dewan HAM PBB, wakil Indonesia di Dewan HAM juga telah menegaskan pentingnya penguatan kerja sama internasional dalam penanganan pandemi, termasuk melalui jaminan akses produk-produk kesehatan secara global yang antara lain mencakup diagnosis, perawatan, dan vaksin.
Inisiatif Presiden Dewan HAM PBB mengajukan pernyataan mengenai "Dampak Pandemi terhadap HAM" juga bertujuan untuk mengatasi kerja Dewan HAM PBB yang saat ini masih tidak dapat melakukan pertemuan fisik.
Saat ini pertemuan fisik dalam organisasi internasional di Jenewa, Swiss belum dapat dilakukan karena merujuk pada kebijakan pembatasan sosial berskala besar dari otoritas Swiss untuk mengatasi COVID-19.
Delegasi Indonesia di Dewan HAM terus memanfaatkan forum konsultasi informal dengan presiden Dewan HAM untuk meminta pertanggungjawaban global untuk isu yang terkait dengan agenda bisnis dan HAM, terutama sejak kasus Benjina, yaitu kasus pelanggaran HAM di industri perikanan multinasional yang mengemuka pada 2016.
Baca juga: Kemlu akan panggil Dubes China terkait perlakuan terhadap ABK WNI di kapal Long Xin