Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menilai karakter orang Indonesia sulit diimbau untuk tidak mudik apalagi kegiatan setahun sekali itu sudah menjadi tradisi, sehingga untuk mencegah penyebaran COVID-19 seharusnya mudik dilarang.
“Urusan imbau-mengimbau itu tidak ada di peraturan, kalau mengimbau tidak perlu diatur, lepas saja. Orang Indonesia harus dikenakan sanksi,” kata Agus dalam konferensi pers melalui video di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan apabila mudik tidak dilarang imbasnya ke pemerintah daerah dan bisa menimbulkan kerusuhan sosial (social unrest) apabila pemerintah tidak mengambil tindakan pada saat ini.
Baca juga: MTI: Pemerintah daerah bakal tanggung beban jika mudik tidak dilarang
“Pemerintah harus mengeluarkan uang, apalagi ada Keppres baru, pemerintah harus segera mengatur,” katanya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menilai imbauan ini sifatnya ambigu karena dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019, belum mencakup adanya pelarangan mobilitas mudik, melainkan pembatasan orang-orang berkumpul.
Sementara itu, menurut dia, mobilitas menggunakan moda transportasi ini menjadi penyebab prima dalam penyebaran COVID-19.
“Transportasi dan mobilisasi berpotensi penularan corona. Ini dianggap sebagai penyebab prima dari penularan virus corona. Dari hal-hal kecil bertemu bersalaman kemudian mobilisasi naik transportasi, sarana transportasi, berlama-lama berkerumun lalu turun di pelabuhan, terminal, bandara kemudian menyebarkan ke tujuan perjalanan. Ini adalah siklus sulit dideteksi penularannya tetapi itu terjadi,” katanya.
Baca juga: 1,3 juta orang berpotensi mudik, daerah terancam jadi pusat penularan baru
Ia mengatakan saat ini sudah terbukti penyebaran di daerah-daerah karena adanya pendatang yang masuk, dalam hal ini, pemudik yang kembali ke kampung halamannya.
“Sesungguhnya kita sudah paham bahwa penularan ini melalui komunikasi tapi asal usul itu semua dari mobilisasi transportasi. Jadi, kalau dikatakan media penularan virus corona kita jangan sampai bersinggungan, bertatap muka, berkerumun, awalnya dari transportasi. Sekarang kan terbukti, memang dari pendatang membawa (virus),” katanya.
Agus menyebutkan saat ini terdapat 1,3 juta orang yang berpotensi mudik dari Jabodetabek di mana daerah-daerah tujuan, di antaranya Jawa Barat 13 persen, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 41 persen, Jawa Timur 20 persen, Lampung serta Sumatera Selatan delapan persen.
“Katakan 600.000 orang saja yang bergerak, kita tidak bisa membayangkan itu dan kehidupan hari raya, mau dicap sebagai ODP (orang dalam pengawasan) dan sebagainya harus karantina, kalau nekat engga takut,” ujarnya.
Baca juga: MUI minta warga Muslim pertimbangkan kembali rencana mudik
Baca juga: Gubernur Jabar berharap MUI sampaikan fatwa soal mudik saat wabah