Jakarta (ANTARA) - Klub-klub Liga Premier Inggris dihadapkan pada dua pilihan, yakni memotong gaji para pemainnya atau dikenai tarif pajak lebih tinggi di tengah pandemi virus corona yang mempengaruhi situasi ekonomi negara tersebut.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Komisi Digital, Kebudayaan, Media dan Olahraga (DMCS) Parlemen Inggris, Julian Knight, yang berasal dari partai mayoritas, Partai Konservatif.
Pasalnya, gaji pemain per pekan berkali-kali lipat dibandingkan pendapatan tahunan rata-rata warga Inggris, termasuk staf klub yang bakal jadi beban dana jaminan sosial tenaga kerja.
Sementara itu, pembicaraan antara Liga Premier dengan serikat pemain PFA terkait kemungkinan pemotongan gaji hingga saat ini masih menenui jalan buntu.
Oleh karena itu, Knight mengaku sudah bersurat kepada Menteri Keuangan Rishi Sunak agar mengambil langkah tegas terkait gaji pemain Liga Premier tersebut.
"Saat ini kita menghadapi situasi carut marut di mana pemain Liga Premier yang tidak bekerja menerima ratusan ribu poundsterling di rekening mereka, sedangkan staf yang menjalankan roda klub malah kehilangan pendapatan," kata Knight dilansir Reuters Kamis malam.
"Jika Liga Premier tak segera mengambil langkah, pemerintah harus turun tangan untuk menjatuhkan denda finansial signifikan sebagai pengganti bagi mereka yang lebih terdampak pendapatannya," ujarnya menambahkan.
Liga Premier dan kompetisi-kompetisi sepak bola di Inggris saat ini ditangguhkan setidaknya hingga 30 April karena pandemi virus corona.
Pemain dan staf pelatih sejumlah klub seperti Norwich City, Bournemouth, Brighton & Hove Albion serta Tottenham Hotspur sudah merelakan gaji mereka dipotong agar para pekerja klub tetap bisa dibayarkan.
Baca juga: Norwich rumahkan staf nonpemain akibat pandemi
Baca juga: Tiga skenario disiapkan untuk tentukan nasib Liga Inggris musim ini