Bandung (ANTARA) - PT Indonesia Power, anak usaha PT PLN (Persero), menyebutkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mampu menghemat pemakaian bahan bakar minyak sekitar Rp1,5 triliun pada 2019.
Direktur Operasi 1 Indonesia Power M Hanafi Nur Rifa'i saat temu media di PT Indonesia Power Kamojang Power Generation Operation and Maintenance Services Unit (POMU), Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu, mengatakan, pada tahun lalu, produksi PLTP Kamojang Unit 1-3 dengan total kapasitas 140 MW mencapai 993 GWh.
"Kalau dibandiingkan dengan pemakaian BBM jenis solar, maka penghematannya pada 2019 sekitar Rp1,5 triliun," katanya.
Menurut Hanafi, biaya pembangkitan listrik dengan memakai BBM jenis solar mencapai sekitar Rp2.600 per kWh.
Sementara, biaya pembangkitan panas bumi hanya Rp1.100 per kWh.
"Dengan demikian, ada selisih atau penghematan Rp1.500 per kWh yang kalau ditotal dengan produksi 2019 sebesar 993 GWh, maka penghematannya sekitar Rp1,5 triliun," katanya.
Hanafi mengataka panas bumi merupakan sumber energi primer baru dan terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.
Menurut dia, tidak seperti pembangkit berbahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara, yang menghasilkan emisi karbon, panas bumi tidak mengeluarkan emisi.
Indonesia Power mengoperasikan tiga dari lima unit PLTP Kamojang yakni Unit 1 berkapasitas 30 MW, Unit 2 berdaya 55 MW, dan Unit 3 juga 55 MW, atau total kapasitas 140 MW.
Sementara, dua unit PLTP lainnya dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy.
PLTP Kamojang Unit 1, yang dikelola Indonesia Power, merupakan pembangkit panas bumi pertama beroperasi di Indonesia yakni sejak 1982.
Total daya terpasang pembangkit Indonesia Power mencapai 16.376 MW yang 1.541 MW atau 9,4 persen di antaranya merupakan EBT.
"Kami akan terus meningkatkan kapasitas pembangkit EBT guna mendukung target bauran EBT dari pemerintah," ujar Hanafi.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014, target bauran EBT ditetapkan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Indonesia juga telah meratifikasi Perjanjian Paris yang tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement, dengan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030 atau 41 persen dengan bantuan internasional.
Baca juga: Asosiasi Panas Bumi dukung pemerintah perbaiki harga EBT