Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pengurus dan Badan Perwakilan Anggota Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera untuk menjelaskan kondisi keuangan kepada pemegang polis dalam upaya penyehatan asuransi tertua di Indonesia itu.
"Supaya kalau dilakukan upaya restrukturisasi, penyehatan, itu semua juga siap dengan konsekuensi apa yang akan dilakukan. Itu yang sedang kami tunggu saat ini," kata Anggota Dewan Komisioner/Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, penjelasan itu untuk memenuhi kewajiban AJB Bumiputera sebagai asuransi mutual yang meletakkan pemegang polis sebagai pemegang saham.
Dalam rangka penyehatan dan restrukturisasi di tubuh asuransi itu, Presiden Joko Widodo sebelumnya juga sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 Tahun 2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama atau mutual.
Dengan adanya aturan baru itu, lanjut dia, maka semakin memperbaiki posisi OJK selaku regulator dalam melakukan pengawasan terhadap asuransi mutual.
"Antara lain dalam mereka melakukan rapat umum. Siapa saja anggotanya, proses pemilihan bagaimana. Kalau rapat, sejauh mana memang harus diketahui regulator," ucapnya.
Dalam PP itu, lanjut dia, kesempatan untuk melakukan penyesuaian bentuk misalnya menjadi nonmutual, juga terbuka lebar.
"Memang (inisiatif) harus datang dari mereka, ini tentu menjadi alternatif, dipikirkan untuk kesinambungan kepentingan pemegang polis. Sekarang ini juga secara sistem mereka juga harus banyak melakukan perbaikan," katanya.
Dengan adanya aturan itu, perubahan bentuk badan hukum bisa dilakukan yakni menjadi perseroan terbatas atau koperasi.
Untuk itu, OJK, juga menunggu pengajuan proposal dari pengurus asuransi tersebut.
"Jadi kami masih menunggu final proposalnya, karena beberapa kali sudah mengajukan proposal. Kami melihat kesinambungan ke depan ini belum bisa dipahami, diyakini dengan baik, memang sudah bagus pada periode lalu pada tahun lalu," katanya.
Sebelumnya, AJB Bumiputera 1912 mengalami gagal bayar kepada para nasabahnya.
Bumiputera masih menderita masalah "mismatch" likuditas, jumlah aset perusahaan lebih kecil dari kewajiban jatuh tempo yang harus dibayarkan perusahaan.
Baca juga: Seratusan nasabah Bumiputera di Depok tertunda klaim asuransinya