Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Moh. Adib Khumaidi menegaskan bahwa perundungan di kalangan dokter bukanlah tradisi yang patut untuk dilanggengkan.
“Permasalahan perundungan ini bukan tradisi, kalau di dalam tradisi profesi, tidak ada di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran yang membenarkan perundungan. Jika ada hal-hal yang berkaitan dengan perundungan, maka yang harus kita tindak adalah oknum-oknumnya,” kata Adib pada konferensi pers yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Sabtu.
Ia berpesan kepada masyarakat, baik itu dari pihak pemangku kepentingan, media, maupun umum, apabila ada pelaporan terkait perundungan maka bisa disampaikan ke IDI melalui saluran siaga atau hotline yang sudah disediakan, baik melalui IDI maupun Kementerian Kesehatan.
“Kami akan menindak dengan tegas, jika benar ada informasi yang dilaporkan teman sejawat kami terkait dengan perundungan, itu bisa terkait dengan kode etik dan pidana umum,” kata dia.
Ia menegaskan, apabila ada oknum yang melakukan perundungan, maka IDI sudah tidak memiliki kewajiban untuk melindungi, karena sudah berkaitan dengan pelanggaran etik dan permasalahan kriminal, sehingga yang melakukan akan ditindak dengan tegas.
Ia juga memaparkan, meskipun di dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru tidak ada peran organisasi profesi disebutkan, baik di dalam proses pendidikan maupun pelayanan, tetapi ini menjadi sebuah perhatian yang berkaitan dengan kesejawatan yang ada dalam profesi dokter.
“Peran-peran yang kita lakukan dalam konteks (perundungan) itu yang tertuang di kode etik kedokteran, dan apa yang ada dalam sumpah dokter, sehingga proses-proses seperti yang sudah dilakukan adalah bagian dari kita sebagai tugas organisasi profesi untuk melindungi sejawatnya,” tuturnya.
Ia juga menekankan bahwa setiap institusi pendidikan dokter dan dokter spesialis harus memiliki saluran siaga (hotline) yang terakses langsung kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai pengelola pendidikan, Kementerian Kesehatan, juga pada dekan di setiap fakultas kedokteran.
Adib juga menegaskan, apabila ada dokter residen yang menjadi korban, maka IDI siap menempuh advokasi agar mereka bisa tetap melanjutkan pendidikan spesialis.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah meluncurkan dua akses pelaporan praktik perundungan untuk memberikan perlindungan kepada korban.
Akses pertama melalui nomor aduan 0812-9979-9777 atau melalui website https://perundungan.kemkes.go.id untuk memutus rantai perundungan terhadap dokter residen.
Harus ada definisi bully yang jelas di institusi kedokteran
Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D mengatakan harus ada definisi yang jelas mengenai kategori perundungan atau bully yang terjadi di institusi pendidikan kedokteran agar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif.
“Perlu memang definisi yang jelas dan cerdas untuk menentukan apakah tindakan-tindakan apa yang kira-kira masuk dalam kategori bullying. Walaupun dalam keputusan Menteri Kesehatan sudah ada beberapa definisi, tapi saya kira memang harus jelas,” ucap dr. Tommy bersama Ikatan Dokter Indonesia dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Sabtu.
Ia melanjutkan salah satu masalah utama mencuatnya kasus perundungan ini adalah karena tidak ada definisi jelas tentang bullying dan apakah ada kaitannya dengan aktivitas edukasi atau tidak.
Karena, kata Tommy, dalam pendidikan kedokteran ada beberapa tugas yang termasuk dalam kompetensi akademis seperti tugas pelayanan kesehatan kepada pasien yang memang harus dilakukan. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bahan yang termasuk kategori perundungan lalu di viralkan hanya untuk menjatuhkan organisasi profesi.
Karena, kata Tommy, dalam pendidikan kedokteran ada beberapa tugas yang termasuk dalam kompetensi akademis seperti tugas pelayanan kesehatan kepada pasien yang memang harus dilakukan. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bahan yang termasuk kategori perundungan lalu di viralkan hanya untuk menjatuhkan organisasi profesi.
Menurut dokter spesialis bedah thoraks kardiovaskular Universitas Indonesia ini, hal paling mendasar yang menjadikan kasus perundungan itu ada adalah karena para Peserta Pendidikan Kedokteran Spesialis (PPDS) tidak di gaji dengan upah yang seharusnya meskipun mereka sudah menjadi dokter dan bekerja di rumah sakit vertikal atau rumah sakit pendidikan.
Sebagai bagian dari JDN global, pihaknya kata Tommy akan mengadvokasi dari multi sektoral seperti Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kemendikbud untuk ikut menyelesaikan kasus perundungan di institusi kedokteran. Ia juga akan membuat forum bagi PPDS untuk berusara dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan ataupun asosiasi institusi pendidikan.
Sebagai bagian dari JDN global, pihaknya kata Tommy akan mengadvokasi dari multi sektoral seperti Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kemendikbud untuk ikut menyelesaikan kasus perundungan di institusi kedokteran. Ia juga akan membuat forum bagi PPDS untuk berusara dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan ataupun asosiasi institusi pendidikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023