Pemerintah Kota(Pemkot) Bandung, Jawa Barat meminta partai politik (Parpol) dalam memasang alat peraga kampanye jangan merugikan masyarakat.
Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan pemasangan alat peraga kampanye tersebut harus mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari estetika kota, sampai aturan-aturan yang berlaku.
"Kalau pemasangannya tidak tepat 'kan akan membahayakan masyarakat, contoh di median jalan dengan memasangnya miring itu 'kan menggores kendaraan atau bahkan sampai terjadi kecelakaan," kata Ema di Bandung, Kamis.
Jadi harus mengikuti aturan yang berlaku, seperti tidak boleh memasang pada tempat-tempat yang tidak tepat seperti lingkungan pemerintah, lingkungan TNI, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.
"Untuk lokasi-lokasi tersebut harus steril, utamanya lingkungan pemerintah, TNI, dan Polri tidak boleh karena harus netral," ucap Ema.
Karenanya, kata Ema, kegiatan rapat koordinasi pemasangan alat peraga kampanye/reklame insidentil hari Kamis(13/7), bertujuan agar partai politik bisa sama-sama menyepakati titik mana saja yang boleh dipasang alat peraga kampanye sesuai dengan regulasi yang ada.
"Kesepakatan di rapat tersebut juga harus memudahkan bagi petugas. Jangan sampai nanti pihak kewilayahan dan petugas Satpol PP kebingungan dalam menertibkan, karena berpotensi akan terjadinya konflik," ujarnya.
Selain itu, kata Ema, jumlahnya juga harus diatur dalam setiap partai dan tidak boleh ada yang mendominasi atau terlalu banyak di satu lokasi, karena dampaknya akan sangat terasa pada sektor pariwisata.
"Kalau kota ini menjadi kumuh, orang malas nanti datang ke Bandung. Kalau sudah malas datang ke Bandung, pendapatan daerah berkurang," ucapnya.
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Parpol Ditjenpolpum Kemendagri Rama Ardi Segara juga meminta pemasangan alat peraga kampanye untuk mengikuti aturan main, yakni regulasi yang berlaku.
Pasalnya, kata Rama, dari sisi regulasi tersebut, harus ada kesepakatan antara pemerintah, KPU, Bawaslu, parpol, dan aparat penegak hukum lainnya mengenai pemasangan alat peraga kampanye.
"Semua harus menaati aturan main yang ada. Pemasangan alat peraga ini sudah ada ketentuannya, yakni dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 275 dan 280. Sanksinya diatur di Pasal 284 ayat 1 dan 2. Pasal 298 membahas mengenai pemasangan alat peraga kampanye," ujar Rama.
Pemasangan alat peraga kampanye pemilu juga, kata Rama, harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota, serta harus sudah dibersihkan maksimal H-1 sebelum hari pemungutan suara.
"Terkait pemasangan atribut kampanye berdasar regulasi dan harus menjadi acuan aturan di daerah, ada beberapa catatan yang pertama, harus melihat kembali ruang lingkup kampanye. Kedua, lokasi yang dilarang seperti tidak boleh menutupi perlengkapan jalan dan pandangan pengguna jalan, lalu tidak boleh melintangi jalan, merusak, mengubah bentuk jalan," ujarnya.
Kemudian, lokasi gedung atau kantor milik pemerintah dan fasilitas umum yang dilarang pemasangan alat peraga kampanye meliputi gedung perkantoran, rumah dinas, rumah milik pejabat pemerintah daerah, TNI, Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan perwakilan instansi vertikal.
"Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, sarana prasaran pendidikan, tempat ibadah, tiang, gardu listrik dan telepon, perlengkapan lalu lintas, kawasan terminal, jembatan depan kantor sekretariat parpol lain, dan pohon serta turunan jalan lainnya itu tidak boleh," ucapnya.
Jika ada parpol yang melanggar, kata dia, sanksinya bisa berupa penurunan, pelepasan, pembongkaran alat peraga kampanye pemilu oleh Satpol PP yang telah berkoordinasi dengan Bawaslu dan instansi terkait.
"Bahkan bisa ada pencabutan izin reklame kalau isinya tidak sesuai dengan peruntukan dan lain-lain," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan pemasangan alat peraga kampanye tersebut harus mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari estetika kota, sampai aturan-aturan yang berlaku.
"Kalau pemasangannya tidak tepat 'kan akan membahayakan masyarakat, contoh di median jalan dengan memasangnya miring itu 'kan menggores kendaraan atau bahkan sampai terjadi kecelakaan," kata Ema di Bandung, Kamis.
Jadi harus mengikuti aturan yang berlaku, seperti tidak boleh memasang pada tempat-tempat yang tidak tepat seperti lingkungan pemerintah, lingkungan TNI, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.
"Untuk lokasi-lokasi tersebut harus steril, utamanya lingkungan pemerintah, TNI, dan Polri tidak boleh karena harus netral," ucap Ema.
Karenanya, kata Ema, kegiatan rapat koordinasi pemasangan alat peraga kampanye/reklame insidentil hari Kamis(13/7), bertujuan agar partai politik bisa sama-sama menyepakati titik mana saja yang boleh dipasang alat peraga kampanye sesuai dengan regulasi yang ada.
"Kesepakatan di rapat tersebut juga harus memudahkan bagi petugas. Jangan sampai nanti pihak kewilayahan dan petugas Satpol PP kebingungan dalam menertibkan, karena berpotensi akan terjadinya konflik," ujarnya.
Selain itu, kata Ema, jumlahnya juga harus diatur dalam setiap partai dan tidak boleh ada yang mendominasi atau terlalu banyak di satu lokasi, karena dampaknya akan sangat terasa pada sektor pariwisata.
"Kalau kota ini menjadi kumuh, orang malas nanti datang ke Bandung. Kalau sudah malas datang ke Bandung, pendapatan daerah berkurang," ucapnya.
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Parpol Ditjenpolpum Kemendagri Rama Ardi Segara juga meminta pemasangan alat peraga kampanye untuk mengikuti aturan main, yakni regulasi yang berlaku.
Pasalnya, kata Rama, dari sisi regulasi tersebut, harus ada kesepakatan antara pemerintah, KPU, Bawaslu, parpol, dan aparat penegak hukum lainnya mengenai pemasangan alat peraga kampanye.
"Semua harus menaati aturan main yang ada. Pemasangan alat peraga ini sudah ada ketentuannya, yakni dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 275 dan 280. Sanksinya diatur di Pasal 284 ayat 1 dan 2. Pasal 298 membahas mengenai pemasangan alat peraga kampanye," ujar Rama.
Pemasangan alat peraga kampanye pemilu juga, kata Rama, harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota, serta harus sudah dibersihkan maksimal H-1 sebelum hari pemungutan suara.
"Terkait pemasangan atribut kampanye berdasar regulasi dan harus menjadi acuan aturan di daerah, ada beberapa catatan yang pertama, harus melihat kembali ruang lingkup kampanye. Kedua, lokasi yang dilarang seperti tidak boleh menutupi perlengkapan jalan dan pandangan pengguna jalan, lalu tidak boleh melintangi jalan, merusak, mengubah bentuk jalan," ujarnya.
Kemudian, lokasi gedung atau kantor milik pemerintah dan fasilitas umum yang dilarang pemasangan alat peraga kampanye meliputi gedung perkantoran, rumah dinas, rumah milik pejabat pemerintah daerah, TNI, Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan perwakilan instansi vertikal.
"Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, sarana prasaran pendidikan, tempat ibadah, tiang, gardu listrik dan telepon, perlengkapan lalu lintas, kawasan terminal, jembatan depan kantor sekretariat parpol lain, dan pohon serta turunan jalan lainnya itu tidak boleh," ucapnya.
Jika ada parpol yang melanggar, kata dia, sanksinya bisa berupa penurunan, pelepasan, pembongkaran alat peraga kampanye pemilu oleh Satpol PP yang telah berkoordinasi dengan Bawaslu dan instansi terkait.
"Bahkan bisa ada pencabutan izin reklame kalau isinya tidak sesuai dengan peruntukan dan lain-lain," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023