Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengusulkan kepada pemerintah dan DPR untuk tidak mendegradasi hak-hak pekerja pada pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
"Mencermati klaster ketenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang sedang dibahas oleh DPR dan Pemerintah, dikhawatirkan menimbulkan degradasi pada hak-hak pekerja," kata Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, usai penutupan Rapimnas IV FSP RTMM-SPSI, di Kota Bogor, Rabu.
Menurut Sudarto, pada pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja klaster ketenagakerjaan di Badan Legislasi DPR RI, pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ketujuh substansi tersebut adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing, pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimum, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Menurut Sudarto, menyikapi pembahasan tersebut, FSP RTMM-SPSI menyampaikan tiga usulan, agar tidak diabaikan pemerintah pada pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut.
Pertama, meminta semua hak dan perlindungan tenaga kerja tetap terjaga sebagaimana mestinya.
Kedua, industri sebagai ladang pekerja diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang agar bisa mensejahterakan pekerjanya dan memperluas lapangan kerja.
Ketiga, peran serikat pekerja sebagai wakil pekerja hendaknya diberikan porsi dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagakerjaan maupun regulasi yang menyangkut ketenagakerjaan.
"Selama pembahasan Omnibus Law tidak mengganggu usulan tersebut, kami mendukung, tapi kalau mengganggu kami akan menolak," ujar Sudarto.
Baca juga: Pembahasan RUU Cipta Kerja capai 95 persen
Baca juga: Ekonom: RUU Cipta Kerja harus dilihat dari perspektif pencari kerja, bukan hanya pekerja
Baca juga: API dan DGB IPB sampaikan masukan RUU Cipta Kerja Pendidikan Tinggi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Mencermati klaster ketenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang sedang dibahas oleh DPR dan Pemerintah, dikhawatirkan menimbulkan degradasi pada hak-hak pekerja," kata Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, usai penutupan Rapimnas IV FSP RTMM-SPSI, di Kota Bogor, Rabu.
Menurut Sudarto, pada pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja klaster ketenagakerjaan di Badan Legislasi DPR RI, pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ketujuh substansi tersebut adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing, pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimum, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Menurut Sudarto, menyikapi pembahasan tersebut, FSP RTMM-SPSI menyampaikan tiga usulan, agar tidak diabaikan pemerintah pada pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut.
Pertama, meminta semua hak dan perlindungan tenaga kerja tetap terjaga sebagaimana mestinya.
Kedua, industri sebagai ladang pekerja diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang agar bisa mensejahterakan pekerjanya dan memperluas lapangan kerja.
Ketiga, peran serikat pekerja sebagai wakil pekerja hendaknya diberikan porsi dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagakerjaan maupun regulasi yang menyangkut ketenagakerjaan.
"Selama pembahasan Omnibus Law tidak mengganggu usulan tersebut, kami mendukung, tapi kalau mengganggu kami akan menolak," ujar Sudarto.
Baca juga: Pembahasan RUU Cipta Kerja capai 95 persen
Baca juga: Ekonom: RUU Cipta Kerja harus dilihat dari perspektif pencari kerja, bukan hanya pekerja
Baca juga: API dan DGB IPB sampaikan masukan RUU Cipta Kerja Pendidikan Tinggi
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020