Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) sudah mencapai 95 persen sehingga tersisa klaster ketenagakerjaan sebagai klaster terakhir yang menjadi pembahasan di Baleg.
"Alhamdulillah dari seluruh pasal mungkin kalau saya presentasekan sudah 95 persen telah disepakati di tingkat panja. Hanya beberapa ada materi-materi pending di beberapa UU sektor yang masih (harus dibahas) dan hari ini InsyaAllah akan kami selesaikan. Dan mudah-mudahan besok kita bisa masuk ke klaster yang terakhir yakni Bab 4 tentang Ketenagakerjaan," kata Supratman dalam siaran persnya, Jumat diskusi virtual bertema ‘Menimbang Urgensi Omnibus Law di Masa Pandemi’ yang diselenggarakan ILUNI UI, Jumat.
Supratman mengapreasiasi sikap pemerintah selama masa pembahasan bersama Baleg DPR RI. Supratman menilai pemerintah mau mendengar aspirasi dan masukan-masukan dari tim panja RUU Cipta Kerja.
“Saya juga mengucapkan terima kasih kepada tim pemerintah bahwa pemerintah mau mendengar aspirasi dan termasuk masukan-masukan dari panja terkait beberapa materi muatan di dalam rancangan undang-undang yang awalnya tidak sesuai dan tidak selaras dengan ketentuan di dalam UU Dasar,” kata Politisi Partai Gerindra ini.
Senada dengan Supratman, Staf Ahli I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyatakan Pemerintah dan tim panja DPR RI telah menyepakati beberapa poin substansi dari RUU Cipta Kerja.
Elen menjelaskan ada 15 substansi RUU Cipta Kerja yang telah disepakati diantaranya pertama ialah kesesuaian tata ruang menyangkut tata ruang di darat dan luat, termasuk kawasan hutan.
Menurut Elen, tata ruang menjadi salah satu hambatan ketika para investor memulai untuk menetapkan/menentukan suatu lokasi.
"Tata ruangnya masih belum mencukupi atau memadai, termasuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)," kata Elen.
Oleh karena itu RDTR di dalam RUU Cipta Kerja didorong untuk dilakukan percepatan RDTR dalam bentuk digital. RDTR ini sebagai acuan perizinan berusaha (kesesuaian tata ruang).
"Sehingga diharapkan bisa memudahkan pelaku usaha, terutama UMKM untuk memulai starting bisnis dan menentukanlokasi sesuai kegiatan usahanya," kata Elen melanjutkan.
Yang kedua AMDAL tidak dihilangkan dan dalam draft pertama kali yang diajukan oleh pemerintah, pemerintah ingin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dihilangkan, akhirnya tidak jadi dihilangkan.
Elen menjelaskan mengenai persetujuan lingkungan tidak dihilangkan, dan AMDAL akhirnya disepakati untuk hanya menyederhanakan bisnis proses, tanpa menghilangkan esensi perlindungan ke daya dukung lingkungan, dan lingkungan hidup itu sendiri.
"Pengintegrasian perizinan lingkungan ke dalam perizinan berusaha. AMDAL tetap ada untuk kegiatan risiko tinggi," jelas Elen.
Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Elen menjelaskan mengenai SLF, pemerintah akan menerapkan persetujuan pembangunan gedung, dengan menerapkan standar dan sertifikat layak fungsi.
"Akan ada guidance yang disiapkan Kementerian PUPR mengenai sertifikasi dan standar bangunan yang harus disiapkan masyarakat. Terutama risiko rendah untuk bangunan sederhana, tentu tinggal mengambil standar yang telah disiapkan," kata Elen.
Keempat penerapan perizinan berbasis risiko (Risk Based Approach) dan perizinan berusaha, kata Elen, akan didasarkan atas risiko rendah, menengah, dan tinggi. Risiko rendah denganpendaftaran, risiko menengah dengan pemenuhan standar, dan risiko tinggi dengan izin.
"Kalo yang risikonya rendah seperti UMK cukup pendafararan melalui sistem OSS [Online Single Subbmission], akan teregister dan mendapatkan semacam perizinan dari pemerintah pusat," tuturnya
Kelima UMKM dan Koperasi dan lewat RUU Cipta Kerja, Elen mengklaim UMKM dan Koperasi akan mendapatkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan.
"Baik UMKM dan Koperasi kita sudah sepakati sudah memberikan kemudahn dan pembedayaan dalam bentuk akseleratif dan dukungan dnegan kemitraan dengan badan usaha besar."
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Alhamdulillah dari seluruh pasal mungkin kalau saya presentasekan sudah 95 persen telah disepakati di tingkat panja. Hanya beberapa ada materi-materi pending di beberapa UU sektor yang masih (harus dibahas) dan hari ini InsyaAllah akan kami selesaikan. Dan mudah-mudahan besok kita bisa masuk ke klaster yang terakhir yakni Bab 4 tentang Ketenagakerjaan," kata Supratman dalam siaran persnya, Jumat diskusi virtual bertema ‘Menimbang Urgensi Omnibus Law di Masa Pandemi’ yang diselenggarakan ILUNI UI, Jumat.
Supratman mengapreasiasi sikap pemerintah selama masa pembahasan bersama Baleg DPR RI. Supratman menilai pemerintah mau mendengar aspirasi dan masukan-masukan dari tim panja RUU Cipta Kerja.
“Saya juga mengucapkan terima kasih kepada tim pemerintah bahwa pemerintah mau mendengar aspirasi dan termasuk masukan-masukan dari panja terkait beberapa materi muatan di dalam rancangan undang-undang yang awalnya tidak sesuai dan tidak selaras dengan ketentuan di dalam UU Dasar,” kata Politisi Partai Gerindra ini.
Senada dengan Supratman, Staf Ahli I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyatakan Pemerintah dan tim panja DPR RI telah menyepakati beberapa poin substansi dari RUU Cipta Kerja.
Elen menjelaskan ada 15 substansi RUU Cipta Kerja yang telah disepakati diantaranya pertama ialah kesesuaian tata ruang menyangkut tata ruang di darat dan luat, termasuk kawasan hutan.
Menurut Elen, tata ruang menjadi salah satu hambatan ketika para investor memulai untuk menetapkan/menentukan suatu lokasi.
"Tata ruangnya masih belum mencukupi atau memadai, termasuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)," kata Elen.
Oleh karena itu RDTR di dalam RUU Cipta Kerja didorong untuk dilakukan percepatan RDTR dalam bentuk digital. RDTR ini sebagai acuan perizinan berusaha (kesesuaian tata ruang).
"Sehingga diharapkan bisa memudahkan pelaku usaha, terutama UMKM untuk memulai starting bisnis dan menentukanlokasi sesuai kegiatan usahanya," kata Elen melanjutkan.
Yang kedua AMDAL tidak dihilangkan dan dalam draft pertama kali yang diajukan oleh pemerintah, pemerintah ingin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dihilangkan, akhirnya tidak jadi dihilangkan.
Elen menjelaskan mengenai persetujuan lingkungan tidak dihilangkan, dan AMDAL akhirnya disepakati untuk hanya menyederhanakan bisnis proses, tanpa menghilangkan esensi perlindungan ke daya dukung lingkungan, dan lingkungan hidup itu sendiri.
"Pengintegrasian perizinan lingkungan ke dalam perizinan berusaha. AMDAL tetap ada untuk kegiatan risiko tinggi," jelas Elen.
Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Elen menjelaskan mengenai SLF, pemerintah akan menerapkan persetujuan pembangunan gedung, dengan menerapkan standar dan sertifikat layak fungsi.
"Akan ada guidance yang disiapkan Kementerian PUPR mengenai sertifikasi dan standar bangunan yang harus disiapkan masyarakat. Terutama risiko rendah untuk bangunan sederhana, tentu tinggal mengambil standar yang telah disiapkan," kata Elen.
Keempat penerapan perizinan berbasis risiko (Risk Based Approach) dan perizinan berusaha, kata Elen, akan didasarkan atas risiko rendah, menengah, dan tinggi. Risiko rendah denganpendaftaran, risiko menengah dengan pemenuhan standar, dan risiko tinggi dengan izin.
"Kalo yang risikonya rendah seperti UMK cukup pendafararan melalui sistem OSS [Online Single Subbmission], akan teregister dan mendapatkan semacam perizinan dari pemerintah pusat," tuturnya
Kelima UMKM dan Koperasi dan lewat RUU Cipta Kerja, Elen mengklaim UMKM dan Koperasi akan mendapatkan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan.
"Baik UMKM dan Koperasi kita sudah sepakati sudah memberikan kemudahn dan pembedayaan dalam bentuk akseleratif dan dukungan dnegan kemitraan dengan badan usaha besar."
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020