Anggota Fraksi PKB DPRD Jawa Barat (Jabar) Johan J Anwari mengkritisi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) calon penerima bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak COVID-19 di Provinsi Jawa Barat (Jabar).
"Kami menduga Pemprov Jawa Barat menggunakan data lama calon penerima bantuan tunai dan nontunai bagi masyarakat terdampak wabah virus corona tersebut," kata Johan J Anwari, Kamis.
Sebelumnya, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jabar Ferry Sofwan Arif menjelaskan bantuan tunai dan pangan nontunai dari Pemerintah Provinsi Jabar senilai Rp500 ribu diberikan kepada warga terdampak COVID-19 terdiri dari kelompok A yang belum menerima bantuan dari pemerintah pusat serta sembilan sektor dalam Kelompok B dan C.
Baca juga: DPRD Jabar serahkan bantuan APD kepada RSUD Al Ihsan Bandung
Para penerima bansos dari Pemda Provinsi Jabar ini, untuk selanjutnya disebut sebagai Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS).
"Penerima bansos ada 2.348.298 KRTS berdasarkan hasil validasi Dinas Sosial," kata Ferry.
Johan mengatakan sejak awal pihaknya berulangkali mengingatkan Pemprov Jabar melalui Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 untuk melakukan pendataan hingga verifikasi data calon penerima bantuan itu dengan serius, jangan sampai salah sasaran.
"Intinya DTKS tahun berapa itu dasarnya. Karena seharusnya dipetakan khusus kepada krisis kesehatan masyarkaat yang terdampak COVID-19. Tidak bisa data lama dijadikan sandaran data calon penerima bantuan gubernur ini," kata dia.
Dia mencontohkan, ditemukan jumlah calon penerima bantuan yang tidak rasional di Kabupaten Ciamis, Kuningan, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran.
Data calon penerima ini tiba-tiba muncul tanpa adanya proses pendataan dan verifikasi data di lapangan, yang dikhususkan untuk bantuan sosial bencana COVID-19.
Baca juga: Anggota DPRD Jabar ajak masyarakat patuhi PSBB
"Pihak desa hanya menerima kuota calon penerima dari dinsos lalu pihak desa membagikan kuota tersebut ke dusun-dusun. Entah karena bingung atau karena ketakutan atau karena terdesak oleh deadline dan atau tergesa-gesa, akhirnya kuota tersebut dibagikan secara merata tidak berdasarkan pendataan dan verifikasi data," kata dia.
Menurut dia dana untuk pendistribusiannya yang hampir menghabiskan anggaran Rp200 miliar itu sangatlah disayangkan seharusnya bisa lebih diefisienkan dengan melibatkan pendamping anggaran dari gugus tugas di daerahnya masing-masing.
"Apa tidak bisa lebih diefisienkan dengan melibatkan pendamping anggaran dari gugus tugas kabupaten/kota sampai gugus tugas tingkat desa," katanya.
Baca juga: Legislator usul Pemprov Jabar tambah anggaran penanggulangan COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Kami menduga Pemprov Jawa Barat menggunakan data lama calon penerima bantuan tunai dan nontunai bagi masyarakat terdampak wabah virus corona tersebut," kata Johan J Anwari, Kamis.
Sebelumnya, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jabar Ferry Sofwan Arif menjelaskan bantuan tunai dan pangan nontunai dari Pemerintah Provinsi Jabar senilai Rp500 ribu diberikan kepada warga terdampak COVID-19 terdiri dari kelompok A yang belum menerima bantuan dari pemerintah pusat serta sembilan sektor dalam Kelompok B dan C.
Baca juga: DPRD Jabar serahkan bantuan APD kepada RSUD Al Ihsan Bandung
Para penerima bansos dari Pemda Provinsi Jabar ini, untuk selanjutnya disebut sebagai Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS).
"Penerima bansos ada 2.348.298 KRTS berdasarkan hasil validasi Dinas Sosial," kata Ferry.
Johan mengatakan sejak awal pihaknya berulangkali mengingatkan Pemprov Jabar melalui Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 untuk melakukan pendataan hingga verifikasi data calon penerima bantuan itu dengan serius, jangan sampai salah sasaran.
"Intinya DTKS tahun berapa itu dasarnya. Karena seharusnya dipetakan khusus kepada krisis kesehatan masyarkaat yang terdampak COVID-19. Tidak bisa data lama dijadikan sandaran data calon penerima bantuan gubernur ini," kata dia.
Dia mencontohkan, ditemukan jumlah calon penerima bantuan yang tidak rasional di Kabupaten Ciamis, Kuningan, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran.
Data calon penerima ini tiba-tiba muncul tanpa adanya proses pendataan dan verifikasi data di lapangan, yang dikhususkan untuk bantuan sosial bencana COVID-19.
Baca juga: Anggota DPRD Jabar ajak masyarakat patuhi PSBB
"Pihak desa hanya menerima kuota calon penerima dari dinsos lalu pihak desa membagikan kuota tersebut ke dusun-dusun. Entah karena bingung atau karena ketakutan atau karena terdesak oleh deadline dan atau tergesa-gesa, akhirnya kuota tersebut dibagikan secara merata tidak berdasarkan pendataan dan verifikasi data," kata dia.
Menurut dia dana untuk pendistribusiannya yang hampir menghabiskan anggaran Rp200 miliar itu sangatlah disayangkan seharusnya bisa lebih diefisienkan dengan melibatkan pendamping anggaran dari gugus tugas di daerahnya masing-masing.
"Apa tidak bisa lebih diefisienkan dengan melibatkan pendamping anggaran dari gugus tugas kabupaten/kota sampai gugus tugas tingkat desa," katanya.
Baca juga: Legislator usul Pemprov Jabar tambah anggaran penanggulangan COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020