Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang telah menjatuhkan vonis terhadap Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin 6 tahun penjara.
"Terkait dengan proses persidangan tadi sudah dibacakan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung untuk terdakwa Bupati Bekasi ya, kami hargai dan kami hormati putusan pengadilan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Selanjutnya, lanjut Febri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK akan mempelajari lebih lanjut apakah akan dilakukan upaya banding atau terima atas vonis terhadap Neneng tersebut.
"Nanti, Jaksa Penuntut Umum akan mempelajari lebih lanjut khusus untuk terdakwa apakah akan dilakukan upaya hukum banding atau diterima, itu nanti akan dipelajari oleh Jaksa Penuntut Umum," ucap Febri.
Selain itu, kata dia, KPK juga terus mengembangkan peran-peran dari pihak lain dalam kasus suap terkait proses perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi itu.
"Yang juga sangat penting dalam kasus terkait suap proses perizinan Meikarta ini, kami juga sedang terus mengembangkan peran-peran pihak lain selain orang-orang yang sudah diproses itu," tuturnya.
Ia mengatakan nantinya JPU KPK akan menganalisa dan merekomendasikan kepada pimpinan KPK soal proses pengembangan perkara tersebut.
"Nanti Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan analisisnya dan rekomendasinya pada pimpinan untuk proses pengembangan perkara. Jadi, sepanjang ada bukti yang kami temukan maka KPK pasti akan menelusuri peran pihak-pihak lain dalam kasus ini," ungkap Febri.
Sebelumnya, Neneng divonis enam tahun penjara oleh hakim yang menyatakan Neneng terbukti bersalah karena menerima suap untuk memuluskan proyek Meikarta.
"Mengadili terdakwa Neneng Hasanah Yasin hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 4 bulan penjara," kata ketua majelis hakim, Tardi saat membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Rabu (29/5).
Selain itu, hakim juga turut mencabut hak politik Neneng selama lima tahun setelah keluar dari jeruji besi. Selama kurun waktu tersebut Neneng tidak bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau calon legislatif.
Neneng, kata Hakim, terbukti bersalah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Neneng terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan fakta selama persidangan, Neneng telah menerima suap sebesar Rp10,630 miliar dan SGD 90 ribu terkait proyek perizinan Meikarta.
Dengan keputusan hakim tersebut, hukuman yang dijatuhkan kepada Neneng lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa KPK selama 7 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sementara itu, empat pejabat Pemkab Bekasi lainnya divonis 4,5 tahun penjara.
Keempatnya ialah Jamaludin merupakan Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor adalah Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Neneng Rahmi Nurlaili menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
Uang suap yang diterima Neneng dan 4 anak buahnya itu, kata hakim, diyakini berasal dari Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi yang telah divonis dan saat ini sedang menjalani masa hukumannya.
Baca juga: 685 caleg terpilih telah sampaikan LHKPN ke KPK
Baca juga: Bupati Bekasi nonaktif divonis 6 tahun penjara terlibat kasus Meikarta