Bandung (ANTARA) - Koordinator Nasional Kawan Indonesia, Arif Darmawan, melontarkan kecaman keras terhadap konten terkait bencana di sejumlah wilayah Sumatera.
Narasi yang disampaikan konten itu bukan hanya menyesatkan, tetapi juga memperlihatkan sikap tidak berperikemanusiaan karena mengeksploitasi penderitaan korban demi kepentingan konten.
"Mengangkat isu pemerkosaan tanpa data resmi, lalu menyebarkannya ke publik di tengah situasi darurat bencana, itu bukan empati, itu adalah kebiadaban moral. Ini bisa memicu kepanikan, trauma baru, bahkan stigma terhadap korban,” tegas Arif dalam pernyataannya, Minggu (7/12).
Ia menilai, informasi yang hanya bersumber dari cerita sepihak atau voice note yang tidak terverifikasi adalah bentuk pembodohan publik dan mencederai etika bermedia.
“Kalau benar ada tindak kejahatan, laporkan ke aparat penegak hukum. Bukan malah digoreng di media sosial untuk membangun drama dan sensasi. Ini menyangkut harkat dan martabat korban, bukan bahan konten murahan,” katanya.
Arif juga mengecam keras tudingan yang menyebut negara tidak hadir dalam penanganan bencana. Menurutnya, pernyataan tersebut adalah fitnah yang mengabaikan kerja nyata negara di lapangan.
“Ini tuduhan keji. Negara hadir melalui BNPB, TNI, Polri, pemerintah daerah, tenaga medis, dan ribuan relawan. Menutup mata dari kerja-kerja kemanusiaan itu lalu menyebar narasi ‘negara absen’ menunjukkan ada agenda lain di balik konten tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arif menilai narasi sarat dengan muatan politisasi dan diduga kuat bertujuan menggiring opini publik di tengah situasi duka.
“Bencana bukan panggung politik, bukan pula alat pencitraan. Jika tragedi kemanusiaan terus dieksploitasi seperti ini, maka yang dihancurkan bukan hanya psikologis korban, tetapi juga kepercayaan publik terhadap negara,” tegasnya.
Arif pun meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam terhadap penyebaran informasi yang berpotensi menimbulkan kegaduhan nasional.
“Jika pernyataan konten terbukti tidak berbasis fakta, kami mendorong aparat bertindak tegas. Kebebasan berekspresi tidak boleh dijadikan tameng untuk menyebar fitnah, kepanikan, dan kebencian,” pungkasnya.
