Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan nilai tukar petani (NTP) secara nasional pada September 2025 sebesar 0,63 persen dibandingkan bulan sebelumnya dari 123,57 menjadi 124,36.
“Peningkatan NTP terjadi karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,71 persen, lebih tinggi dari kenaikan indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang sebesar 0,08 persen,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah dalam jumpa pers Rilis Berita Resmi Statistik di Jakarta, Rabu.
Habibullah mengatakan komoditas yang dominan memengaruhi peningkatan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) secara nasional antara lain kopi, kelapa sawit, cabai merah dan karet.
Adapun subsektor yang mengalami peningkatan NTP tertinggi yaitu tanaman perkebunan rakyat (NTPR) dengan kenaikan sebesar 1,57 persen. Hal itu terjadi karena It mengalami kenaikan sebesar 1,68 persen, lebih tinggi dari kenaikan Ib sebesar 0,11 persen.
Komoditas dominan yang mempengaruhi peningkatan It pada subsektor tanaman perkebunan rakyat antara lain kopi, kelapa sawit, karet dan cengkeh.
Selanjutnya, subsektor dengan peningkatan tertinggi kedua yaitu peternakan (NTPT) dengan kenaikan sebesar 1,51 persen. Hal ini karena It naik sebesar 1,62 persen, lebih tinggi dari kenaikan Ib yang sebesar 0,11 persen.
Pada subsektor ini, komoditas dominan yang mempengaruhi peningkatan It adalah ayam ras pedaging, telur ayam ras, ayam kampung atau buras, dan sapi potong.
Sementara itu, ia mengatakan nilai tukar nelayan (NTN) mengalami peningkatan sebesar 0,14 persen. Hal ini karena It mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen, lebih tinggi dari kenaikan Ib yang sebesar 0,03 persen.
Kenaikan It disebabkan oleh naiknya harga berbagai komoditas pada kelompok penangkapan di laut, khususnya komoditas ikan tongkol dan ikan teri, sebesar 0,13 persen. Sedangkan kelompok penangkapan di perairan umum, khususnya komoditas udang, mengalami penurunan sebesar 0,34 persen.
