Antarajabar.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat menyatakan kebijakan impor garam untuk mengatasi permasalahan kelangkaan garam bukanlah solusi tepat.
"Saya kira tidak sesederhana kalau garam langka maka harus impor. Ini tidak demikian, tidak seperti daging sapi kemarin. Garam kebutuhan dasar dan bahaya kalau impor terus padahal problem dasarnya bukan di sana," kata Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Haris Yuliana di Bandung, Kamis.
Ia mengatakan seharusnya untuk mengatasi permasalahan garam pemerintah dalam hal ini kementerian terkait harus membereskan tata niaga hulu hingga hilir garam di Indonesia.
"Artinya impor itu situasional tapi bersamaan dengan itu teknologi, sistem dan tata niaganya dibereskan jadi tidak sekedar kebijakan impor semata. Impor ini untuk bukan solusi tepat bahkan untuk jangka panjang kalau bisa jangan impor," ujar dia.
Menurut dia, persoalan garam ini agak rumit karena urusan atau permasalahan garam ini sedikit klasik.
"Dari dulu persoalan garam tidak pernah selesai. Dalam posisi normal saja, tata niaga garam di pasar Indonesia bermasalah yakni garam impor masuk ke Tanah Air saat petani garam panen," kata dia.
Kemudian, lanjut Haris, di sisi lain kualitas garam kita tidak bisa bersaing dengan garam impor karena petani garamnya tidak dibekali dengan teknologi untuk mengolah garam dengan kualitas terbaik.
"Suplai garam terbesar di nasional kalau tidak salah dari Pantura Jabar yakni Cirebon, Indramayu. Memang kelihatannya yang sekarang ini ada kendala di cuaca," kata dia.
"Tapi saya melihat dari sisi lain, ketika garam langka akhirnya menekan kebutuhan impor, sedangkan kalau kita sebagai masyarakat kecil, lautan kita itu luas 2/3 wilayah Indonesia adalah laut, masa sih impor garam," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Haris ada ada upaya sesegera mungkin dari pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan garam salah satunya dengan memperbaiki tata niaga garam di Indonesia.
Kelangkaan garam ini membuat idustri kerajinan kulit di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terganggu produksinya.
Garam yang oleh pelaku industri kulit digunakan untuk proses pembuatan bahan baku kulit setengah jadi, saat ini langka di pasaran termasuk dari daerah pemasok Kabupaten Cirebon.
"Kalau garamnya mahal apalagi sampai tidak ada barang, tentu jadi masalah buat penyamakan kulit," kata Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar, kepada wartawan di Garut, Kamis.
Ia menuturkan Kabupaten Garut merupakan kawasan industri kerajinan kulit, tercatat ada 320 pengusaha penyamakan kulit yang ada di Sukaregang, Garut Kota.