Antarajabar.com - DPRD Provinsi Jawa Barat menyatakan kebijakan kebijakan "full day school" atau lima hari sekolah harus bersinergi dengan pendidikan agama atau Madrasah Diniyah bukan malah mematikan Madrasah Diniyah yang kegiatannya dilaksanakan usai sekolah umum.
"Kami berharap kebijakan `full day school` ini tidak menghilangkan kesempatan anak untuk sekolah di madrasahnya diniyah. Seharusnya `full day school` dengan Madin atau Madrasah Diniyah bisa bersinergi," kata Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Yomanius Untung, di Bandung, Senin.
Menurut dia, Madrasah Diniyah seharusnya dijadikan mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam penerapan P2K atau pengembangan pendidikan karakter.
"Dan saya mendapatkan informasi Kemendikbud saat ini sedang berkoordinasi dengan Kemenag agar Madrasah Diniyah ini masuk dalam poin `full day school` ini dan tentunya kami menyambut baik usulan ini," kata dia.
Menurut dia, secara umum konsep dari kebijakan "full day school" ini sudah bagus terutama terkait dengan kewajiban jam mengajar seorang guru di dalam kelas.
"Jadi kewajiban mengajar seorang guru sebanyak 40 jam dalam sepekan bisa dengan mudah dicapai dengan adanya kebijakan `full day school` ini," kata dia.
Kekhawatiran kebijakan "full day school" akan berdampak pada Madrasah Diniyah yang biasanya dilaksanakan usai sekolah umum juga diutarakan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher.
Aher menuturkan kebijakan sekolah lima hari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang akan diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun ajaran baru pada dasarnya memiliki tujuan yang bagus.
Pada dasarnya konsep yang diusung dalam aturan ini memiliki tujuan yang bagus. Namun dalam pelaksanaannya, saya mengkhawatirkan justru menuai beberapa persoalan," kata dia.
Ia mengatakan kebijakan sekolah lima hari ini dikhawatirkan dapat berbenturan dengan kegiatan belajar lainnya seperti Madrasah Diniyah yang biasa digelar usai sekolah umum.
"Kekhawatirannya adalah mungkin nanti ada tabrakan kepentingan dengan madrasah diniyah khususnya bagi yang SD SMP, kalau SMA rata-rata jarang di Diniyah. Sudah keluar sudah lulus. Nanti Diniyah jadi hilang dong. Itu benturan dong disitu," kata Aher.