Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah didorong hasil rilis rating dari Fitch.
“Fitch mengafirmasi (kredit) rating Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stable pada Selasa (11/3). Namun, Fitch menggarisbawahi potensi ketidakpastian dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), terutama di jangka menengah, dan memperkirakan pelebaran defisit di tahun-tahun mendatang,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Fitch memproyeksikan defisit fiskal sedikit melebar ke 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini (defisit APBN 2024 sebesar 2,29 persen).
Kemudian, Fitch mencatat Indonesia akan menghadapi tantangan pertumbuhan pada 2026 sebagai akibat dinamika eksternal, seperti penurunan permintaan impor dari China dan kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).
Lembaga pemeringkat itu juga menyoroti pembentukan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) Danantara. Meski Danantara memiliki tujuan baik untuk pembangunan berkelanjutan dan peningkatan investasi strategis, Fitch berpendapat pemerintah Indonesia perlu mencermati potensi risiko kewajiban kontijensi yang mungkin timbul.
DI sisi lain, kurs rupiah juga masih terdepresiasi akibat berlanjutnya sentimen ketidakpastian perang dagang AS.
Untuk diketahui, Trump menaikkan tarif menjadi dua kali lipat dari 25 persen ke 50 persen atas baja dan aluminium.
Ottawa merespons dengan menerapkan pajak 25 persen pada ekspor listrik ke AS, pasca Trump menggandakan tarif terhadap baja dan aluminium Kanada.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta melemah hingga 44 poin atau 0,27 persen menjadi Rp16.452 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.409 per dolar AS.
