Antarajabar.com - Pengamat Penerbangan Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menuturkan jangan jadikan polemik rencana pembelian helikopter VVIP buatan Italia, AgustaWestland AW101, sebagai bahan diskusi terbuka karena hal tersebut merupakan rahasia negara.
"Harus diingat bahwa enggak boleh pengadaan sistem senjata nasional dibahas terus menerus. Itu isi perut kita, yang negara lain pasti intip-intip, nanti tahu," kata Chappy Hakim, di sela-sela acara "Seminar Nasional Pembangunan Bandara Internasional Kertajati", di Bandung, Kamis.
Menurut dia, kalau polemik rencana pemberian helikopter VVIP buatan Italia tersebut dijadikan bahan diskusi publik maka hal ini seolah membuka rahasia negara Indonesia secara tidak langsung kepada negara lain.
"Industri pesawat terbang atau pabrik pesawat terbang sebagai pusat industri pertahanan, seperti PT DI. Kalau satu pabrik pesawat terbang yang atributnya industri pertahanan negara kan pasti negara lain ingin tahu, dia bikin apa sih, bikin bom atau apa. Itu bukan bahan diskusi, dn perdebatan. Itu isi perut kita. Harus hati-hati Orang nyari-nyari kita malah buka," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan dirinya tidak mau berkomentar tentang apakah pantas atau tidak jika Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna berencana membeli helikopter VVIP buatan Italia untuk Presiden Joko Widodo.
"Soal pembeliannya saya tidak berkomentar lebih lanjut, tapi harus diingat sekali lagi jangan jadikan hal itu sebagai bahan diskusi publik," kata dia.
Menurut dia, pihak yang tepat untuk menjawab pertanyaan seputar rencana pembeliaan helikopter VVIP buatan Italia adalah kepala pusat penerbangan dari TNI AU.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menyatakan rencana pembelian helikopter VVIP buatan Italia, AgustaWestland AW101, lantaran kinerja PT Dirgantara Indonesia (PT DI) lamban karena ada beberapa pesanan TNI AU hingga kini belum dikirimkan.
"Seperti pesanan enam unit helikopter Super Cougar atau yang juga dikenal sebagai Eurocopter EC725 Caracal untuk rencana strategis (renstra) I pada 2010-2014, seharusnya datang pada Mei 2015 lalu," kata Agus saat menghadiri HUT Korpri ke-44 di Mabes TNI AU, Cilangkap, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Dari pesanan enam unit helikopter transportasi taktis jarak jauh itu, sudah ada beberapa yang siap dikirimkan. Namun, TNI AU tidak mau menerima jika pesanan belum lengkap. Kontrak ditandatangani pada tahun 2012 dan seharusnya selesai dalam waktu 38 bulan, sehingga perjanjian pun diamandemen sehingga waktunya mundur.