Bandung (ANTARA) -
Pengukuran yang dilakukan, menggunakan 31 instrumen berdasarkan standar Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia.
"Namun jika ditambah pengukurannya dengan menggunakan 61 instrumen, kenaikannya dari 3,43 pada tahun 2023, menjadi 3,49 di tahun 2024," ujar Pendiri IDM Tech Gilang Mahesa dalam talkshow Rilis Hasil Indeks Literasi dan Perilaku Digital Jawa Barat dan Pelatihan Cek Fakta di Bandung, Kamis.
Menurut Gilang, penambahan instrumen pengukuran tersebut diperlukan, karena kalau menggunakan instrumen standar dari Kemenkominfo belum memasukkan beberapa instrumen yang ada di lapangan sekarang.
"Seperti judi dan pinjaman online, AI (Artificial Intelligence) dan beberapa instrumen lainnya, yang diperlukan sebagai tambahan instrumen pengukuran indeks karena itu berkaitan dengan digitalisasi," ujarnya.
Menurut Gilang, jika menggunakan instrumen ukur tambahan yang berkaitan dengan kondisi masyarakat digital kekinian, maka nilai indeks kenaikannya masih relatif kecil.
"Tetapi kabar baiknya tetap ada kenaikan karena untuk menaikkan indeks literasi digital tersebut cukup sulit meskipun nilainya hanya nol koma," ucapnya.
Gilang menjelaskan beberapa unsur pengungkit naiknya indeks literasi digital, di antaranya adalah intervensi pemerintah dengan kabijakannya.
"Selain intervensi pemerintah dan swasta dengan memperluas jangkauan internet, bencana COVID-19 juga menjadi pemicu naiknya digitalisasi. Kemudian pola adaptasi yang cenderung lebih midah terhadap digitalisasi dari beberapa generasi," tuturnya.
Dalam acara yang merupakan rangkaian dari Festival Literasi Digital (Viral) 2024, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Diskominfo Jabar Viky Edya Martina menyebutkan kegiatan talkshow bertujuan untuk mencermati hasil pengukuran Indeks Literasi dan Perilaku Digital di Jawa Barat.
"Hal ini diperlukan sebagai bahan untuk mengambil langkah strategis ke depan dengan tepat dalam meningkatkan kualitas literasi digital di Jawa Barat," kata Viky.
Berkaitan dengan Pelatihan Cek Fakta, Viky berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam menerima setiap informasi yang ada agar tidak mudah terjebak hoaks.
Ia menuturkan jumlah pengguna media digital di Jabar relatif tinggi, berisiko tinggi pula munculnya disinformasi, misinformasi, hoaks yang merusak komunikasi publik masyarakat.
"Sikap dan perilaku literatif perlu mewarnai setiap percakapan media digital. Kemanan dan keetisan harus menjadi pedoman dalam berkomunikasi digital pada media komunikasi apapun," tutur Viky.