Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan kredit perbankan pada Juli 2024 tetap kuat mencapai 12,40 persen secara year on year (yoy).
"Sisi permintaan juga mendukung pertumbuhan kredit bersumber dari permintaan korporasi sejalan dengan kinerja penjualan yang masih kuat," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Agustus 2024 di Jakarta, Rabu.
Perkembangan kredit tersebut juga ditopang sisi penawaran, di mana minat penyaluran kredit tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) Juli 2024 sebesar 7,72 persen (yoy), strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, serta dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.
Ia menuturkan untuk memperkuat pendanaan, perbankan juga mengoptimalkan sumber pendanaan selain dari DPK, antara lain melalui penerbitan surat-surat berharga dan pinjaman.
Sementara itu, permintaan kredit rumah tangga masih tinggi terutama pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Secara sektoral, pertumbuhan kredit yang tinggi terjadi pada mayoritas sektor ekonomi, terutama pada sektor industri, listrik, gas, dan air (LGA), dan pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 15,20 persen (yoy), 11,60 persen (yoy), dan 10,98 persen (yoy) pada Juli 2024.
Pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,75 persen (yoy) dan 5,16 persen (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12 persen.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan BI-Rate di level 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2024.
"Kami memperkirakan bahwa BI tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan penurunan suku bunga," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, meskipun kondisi pasar keuangan global telah membaik akibat sentimen risk-on yang didorong oleh meningkatnya potensi penurunan suku bunga The Fed dan inflasi domestik yang stabil, yang membuka ruang untuk penurunan BI-Rate, BI masih akan mempertimbangkan ketidakpastian global, terutama terkait kondisi geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat.
BI diproyeksikan akan mulai menurunkan BI-Rate setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed secara definitif menurunkan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR).
Ketidakpastian global terkait ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global masih mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan risiko bagi pergerakan rupiah meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.
"Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal," ujarnya.
Ia menuturkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup solid dan masih prospektif. Sebagian besar tekanan berasal dari eksternal, terutama terkait dengan ketegangan geopolitik, suku bunga kebijakan global, dan kondisi ekonomi global.
"Jika tekanan eksternal mulai mereda, kami melihat adanya ruang yang cukup bagi BI untuk melakukan penurunan suku bunga," tuturnya.
Selain mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneternya, BI diperkirakan akan mempertimbangkan penerapan exit strategy dari kebijakan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dalam jangka pendek.
Ruang untuk pemangkasan BI-Rate semakin terbuka di paruh kedua tahun 2024 jika kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk-on, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
"Jika semua kondisi terbukti mendukung, ada kemungkinan BI akan mengalihkan fokus kebijakan moneternya dari stabilitas ke pertumbuhan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BI catat kredit perbankan tumbuh 12,40 persen pada Juli 2024
BI: Kredit perbankan tumbuh 12,40 persen pada Juli 2024
Rabu, 21 Agustus 2024 15:59 WIB