Ia menjelaskan bahwa para anggota Paskibraka putri berasal dari berbagai suku, budaya, dan agama. Selama proses pelatihan, mereka diizinkan mengenakan hijab sesuai dengan keyakinan masing-masing. Namun pada saat pengukuhan mereka dipaksa untuk melepas hijab.
"Ini adalah sebuah inkonsistensi yang tidak dapat dibenarkan. Pertanyaannya, mengapa pada saat pelatihan diizinkan, namun pada saat pengukuhan justru dilarang," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, PPI mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku penyelenggara program Paskibraka untuk memberikan penjelasan resmi terkait kebijakan ini. PPI juga meminta BPIP untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut dan menghormati hak setiap individu untuk beragama.
"Kami yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto tidak akan menyetujui kebijakan yang diskriminatif seperti ini," tambah Feriza.
Pada kesempatan yang sama Wasekjen PPI Irwan Indra mengungkapkan bahwa ada 18 anggota Paskibraka 2024 putri yang terpaksa tidak menggunakan hijab saat upacara pengukuhan di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Selasa (13/8).
Padahal, lanjutnya, para anggota tersebut merupakan utusan provinsi yang sejak awal mereka berproses untuk menjadi anggota Paskibraka sudah mengenakan hijab. Oleh karena itu semua pihak kepengurusan PPI tingkat daerah hingga pusat menyatakan sikap protes.
"Sampai dengan saat ini kami belum bisa mendapatkan informasi dari BPIP, dan mereka belum ada yang memberikan pernyataan," ujarnya.
PPI berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar ke depannya tidak terjadi lagi dugaan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai Pancasila.
BPIP ungkap lepas hijab bagi anggota Paskibraka demi keseragaman, PPI Tolak
Rabu, 14 Agustus 2024 17:15 WIB