DJP Jabar: Modus pelanggaran perpajakan terbesar berupa faktur pajak TBTS
Rabu, 24 Juli 2024 22:00 WIB
Terkait dengan pelaksanaan aturan perpajakan, Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III Romadhaniah mengatakan bahwa penegakan hukum perpajakan penting karena memberikan rasa keadilan kepada wajib pajak lewat kepastian bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghindari kewajiban perpajakannya harus dimintakan pertanggungjawaban secara hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Penegakan hukum perpajakan itu memberikan efek jera (detterent effect) dan mencegah kecurangan pajak di masa depan dengan cara memastikan bahwa setiap tindak kecurangan pajak dapat dideteksi dan diproses hukum," ucap Romadhaniah.
Dia mengatakan bahwa DJP selalu mengedepankan asas Ultimum Remedium dalam setiap penanganan perkara dugaan tindak pidana di bidang perpajakan.
Kemudian, kata dia, pemidanaan merupakan upaya terakhir dengan tetap membuka kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya yaitu melunasi utang pajak yang tidak, atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dalam hal Wajib Pajak menggunakan haknya tersebut maka terhadap tersangka akan dibebaskan dari penuntutan pidana pajak," tuturnya.
Sementara itu, Aspidsus Kejati Jawa Barat Agus Arfianto mengungkapkan bahwa negara membuka kesempatan para pelanggar pidana perpajakan untuk melakukan pemulihan pidana denda mulai sejak penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga sebelum putusan.
"Setelah putusan inkracht, terdakwa tidak membayar pidana dendanya maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang. Penegakan hukum perpajakan merupakan upaya Ultimum Remedium," tutur Agus.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DJP Jabar: Modus pelanggaran perpajakan terbesar berupa faktur TBTS
"Penegakan hukum perpajakan itu memberikan efek jera (detterent effect) dan mencegah kecurangan pajak di masa depan dengan cara memastikan bahwa setiap tindak kecurangan pajak dapat dideteksi dan diproses hukum," ucap Romadhaniah.
Dia mengatakan bahwa DJP selalu mengedepankan asas Ultimum Remedium dalam setiap penanganan perkara dugaan tindak pidana di bidang perpajakan.
Kemudian, kata dia, pemidanaan merupakan upaya terakhir dengan tetap membuka kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya yaitu melunasi utang pajak yang tidak, atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dalam hal Wajib Pajak menggunakan haknya tersebut maka terhadap tersangka akan dibebaskan dari penuntutan pidana pajak," tuturnya.
Sementara itu, Aspidsus Kejati Jawa Barat Agus Arfianto mengungkapkan bahwa negara membuka kesempatan para pelanggar pidana perpajakan untuk melakukan pemulihan pidana denda mulai sejak penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga sebelum putusan.
"Setelah putusan inkracht, terdakwa tidak membayar pidana dendanya maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang. Penegakan hukum perpajakan merupakan upaya Ultimum Remedium," tutur Agus.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DJP Jabar: Modus pelanggaran perpajakan terbesar berupa faktur TBTS