Dari Mayangsari Wastu Kancana mempunyai empat orang putra yaitu Ningrat Kencana, Surawijaya, Gedeng Sindangkasih dan Gedeng Tapa. Ningrat Kencana diangkat menjadi Mangkubumi di Kawali dengan gelar Surawisesa. Wastu Kancana wafat pada tahun 1475 dan digantikan oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala berkedudukan di Kawali yang hanya menguasai Kerajaan Galuh karena Kerajaan Sunda dikuasai oleh kakaknya yaitu Sang Halimun yang bergelar Prabu Susuk Tunggal. Dengan wafatnya Wastu Kancana, berakhirlah periode Kawali yang berlangsung selama 142 tahun (1333-1475).
Dalam periode tersebut Kawali menjadi pusat pemerintahan dan Keraton Surawisesa menjadi persemayaman raja-rajanya. Sedangkan Sribaduga Maharatu Haji sebagai pewaris terakhir tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya Dewa Niskala yang pusat kerajaannya di Keraton Surawisesa pindah ke Pakuan Pajajaran yakni di daerah Bogor.
Merangkap jabatan menjadi Raja Sunda yang dianugerahkan dari mertuanya, sejak itu Galuh Sunda bersatu kembali menjadi Pakuan Pajajaran di bawah kekuasaan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata yang kini lazim disebut Prabu Siliwangi.
Nama Kerajaan Galuh baru muncul tahun 1595 yang sejak itu mulai masuk kekuasaan Mataram. Adapun batas-batas kekuasaannya sebagai berikut yakni di sebelah timur terdapat Sungai Citanduy, di sebelah barat terdapat Galunggung Sukapura, di sebelah utara terdapat Sumedang dan Cirebon, di sebelah selatan terdapat Samudera Hindia. Daerah Majenang, Dayeuh Luhur dan Pagadingan di Jawa Tengah termasuk daerah Galuh masa itu.
Kerajaan Galuh pada saat itu terbagi menjadi beberapa pusat kekuasaan yang dipimpin oleh raja-raja kecil seperti Kandaga Lante yang kemudian dianggap sederajat dengan bupati. Antara raja satu dengan raja lainnya masih mempunyai hubungan darah atau hubungan akibat perkawinan.
Pusat-pusat kekuasaan tersebut berada di wilayah Cibatu, Garatengah, Imbanagara, Panjalu, Kawali, Utama (Ciancang), Kertabumi (Bojonglopang) dan Kawasen (Desa Banjarsari).
Pengaruh kekuasaan Mataram sedikit banyak mewarnai tata cara pemerintahan dan budaya Kerajaan Galuh dari tata cara Buhun. Sebelumnya pada zaman itu mulai ada pergeseran antara bupati yang satu dengan bupati yang lainnya, seperti Adipati Panaekan Putra Prabu Galuh Cipta pertamanya diangkat menjadi Bupati Wedana semacam gubernur di Galuh oleh Sultan Agung.
Pengangkatan tersebut menyulut perselisihan paham antara Adipati Panaekan dengan Adipati Kertabumi yang berakhir dengan tewasnya Adipati Panaekan. Jenazahnya dihanyutkan ke Sungai Citanduy dan dimakamkan di Pasarean Karangkamulyan. Sebagai penggantinya ditunjuk Adipati Imbanagara yang pada waktu itu berkedudukan di Garatengah, Cineam di Kabupaten Tasikmalaya.
Usaha Sultan Agung untuk melenyapkan kekuasaan VOC di Batavia pada penyerangan pertama mendapat dukungan penuh dari Dipati Ukur, walaupun pada penyerangan itu gagal. Pada penyerangan kedua ke Batavia, Dipati Ukur mempergunakan kesempatan tersebut untuk membebaskan daerah Ukur dan sekitarnya dari pengaruh kekuasaan Mataram.