Tujuan Wretikkandayun membangun pusat pemerintahan di daerah Karangkamulyan adalah untuk membebaskan diri dari Tarumanagara yang selama itu menjadi negara adikuasa. Oleh karena itu, demi mewujudkan obsesinya ia menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, bahkan putra bungsunya mandi minyak dijodohkan dengan Parwati putri sulung Maharanissima.
Kesempatan untuk menjadi negara yang berdaulat penuh, terjadi pada tahun 669 ketika Linggawarman (666-669) Raja Tarumanagara yang ke-12 wafat. Ia digantikan oleh menantunya atau suami Dwi Manasih yang berasal dari Kerajaan Sunda Sumbawa.
Masa Kerajaan Galuh berakhir kira-kira tahun 1333 Masehi ketika Raja Ajiguna Lingga Wisesa atau Sang Dumahing Kending (1333-1340) mulai bertahta di Kawali, sedangkan kakaknya Prabu Citragada atau Sang Dumahing Tanjung bertahta di Pakuan Pajajaran.
Lingga Wisesa adalah Kakek Maharaja Linggabuana yang gugur pada Perang Bubat tahun 1357 yang kemudian diberi gelar Prabu Wangi. Ia gugur bersama putri sulungnya Citra Resmi atau Diah Pitaloka. Diah Pitaloka mempunyai adik laki-laki yang bernama Wastu Kancana dan diberi umur panjang.
Ketika Perang Bubat berlangsung, Wastu Kancana baru berusia sembilan tahun di bawah bimbingan pamannya yaitu Mangkubumi Suradipati alias Sang Bumi Sora atau Batara Guru di Jampang, Wastu Kancana berkembang menjadi seorang calon raja yang seimbang keluhuran budinya lahir batin.
Pada wasiatnya yang tertulis pada Prasasti Kawali yaitu negara akan jaya dan unggul perang apabila rakyat berada dalam kesejahteraan dan raja harus selalu berbuat kebajikan atau dalam bahasa Sansekerta Pakena Gawe Rahayu.
Itulah syarat yang menurut wasiatnya untuk dapat "Pakeun Heubeul Jaya Dina Buana, Pakeuna Nanjeur Najuritan untuk menuju Mahayunan Ayuna Kadatuan".
Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana Negara dan rakyatnya berada dalam keadaan aman tenteram kertaraharja, para abdi dalem patuh dan taat terhadap peraturan ratu yang dilandasi oleh Purbastiti dan Purbajati.