Ia menyebutkan pengelolaan BMD memerlukan tiga fungsi utama, yakni perencanaan yang tepat, pelaksanaan atau pemanfaatan yang efisien dan efektif, juga pengawasan atau monitoring yang harus dilaksanakan secara tepat.
"Setidaknya di dalam pengelolaan barang milik daerah memerlukan tiga fungsi utama yaitu perencanaan yang tepat, pelaksanaan atau pemanfaatan secara efisien dan efektif, dan yang ketiga adalah pengawasan atau monitoring," katanya.
Ia menegaskan dalam pengelolaan BMD harus memperhatikan 10 titik rawan korupsi yang telah diamanatkan oleh KPK, yakni pertama BMD yang tidak tercatat, pemda tidak memiliki kemauan kuat untuk sertifikasi BMD, BMD tidak diamankan secara fisik, pemanfaatan aset yang tidak memberikan nilai tambah bagi pemerintah daerah, sehingga aset dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.
Selanjutnya pengadaan BMD tidak berdasarkan kebutuhan, kurang optimalnya koordinasi antara BPKAD dengan OPD teknis sehingga mengakibatkan BMD tidak tercatat, kewajiban prasarana sarana umum (PSU) yang tidak dipatuhi oleh pengembang sehingga masyarakat tidak mendapatkan PSU yang layak.
Titik rawan lainnya BMD yang dikuasai oleh pihak ketiga seringkali dibiarkan oleh pemerintah daerah, lalu keterlambatan respon atau temuan hasil audit baik dari Inspektorat maupun BPK, dan terakhir masih ada pegawai yang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi termasuk teman dan keluarga.
"10 titik rawan inilah yang diamanatkan oleh KPK yang harus ditindaklanjuti oleh semua pemerintah daerah, karena untuk hal-hal seperti itu, ini akan mengakibatkan pertama kerugian daerah, dan kemudian munculnya atau atensinya atau fokusnya KPK untuk masuk ke kabupaten/kota yang tidak menutup potensi kerawanan," katanya.