Pasalnya, berdasarkan kajian dan temuan BBWS Citarum, saat ini sekitar 60 persen limbah yang masuk ke Citarum adalah limbah domestik mulai dari sampah rumah tangga, sampah dari pasar, serta limbah industri-industri kecil termasuk warung makan.
Dalam mengatasinya, Satgas Citarum Harum akan menjalankan program Manajemen Pengelolaan Sampah Terpadu Tuntas di Tempat (MPS3T) huna memutus pencemaran di Sungai Citarum, dengan menyelesaikan sampah dari darat.
Dalam program tersebut, TNI dan akademisi dalam hal ini Universitas Pasundan menggunakan alat Motah (Mesin Olah Runtah), yang kini telah diuji coba di sektor 7 Citarum Harum (Kabupaten Bandung).
Sistem kerjanya, masyarakat harus diedukasi untuk memisahkan sampah antara organik seperti sisa makanan dengan anorganik seperti plastik, kemudian sampah kering dimasukan ke alat Motah yang akan membakarnya dengan suhu 1.000 derajat celcius tanpa listrik dan bahan bakar, sementara sampah basah bisa dipergunakan sebagai pakan maggot.
"Program dengan mesin Motah pada tahun 2024 ini akan diterapkan di 12 titik lagi yang merupakan lokasi dengan produksi sampah banyak," kata Bastari.
Selain itu, untuk pengelolaan limbah rumah tangga juga Satgas Citarum Harum terus mendorong pembangunan septictank komunal di tiap RW di seluruh kota dan kabupaten DAS Citarum, pembangunan IPAL, sampai terus dilakukannya pembenahan dan rehabilitasi kawasan sempadan atau bantaran DAS Citarum.
Kendati restorasi Sungai Citarum terus berproses, tapi sungai yang debit airnya kini mencapai 13 miliar meter kubik per tahun itu mampu memberi manfaat pemenuhan air bagi 18 juta warga Jawa Barat. Citarum juga sebagai sumber pembangkit listrik 1.880 MW bagi sekitar 20 persen kebutuhan listrik Jawa-Bali.