Namun, sejak tahun 1980-an kondisi Sungai Citarum terancam akibat pencemaran dampak pertumbuhan industri yang tak diiringi dengan tanggung jawab lingkungan, maraknya pembukaan lahan sebagai tempat tinggal, maupun alih fungsi lahan di sekitarnya.
Citarum Harum
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum pada 2010, Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mengalami degradasi fungsi konservasi sumber daya air cukup besar, yakni 26.022 hektar. Hal ini terjadi akibat fungsi kawasan lindung berkurang, pengembangan kawasan permukiman yang tidak terencana, dan pola tanam pertanian yang tidak sesuai peruntukan.
Data Dinas Lingkungan Lingkungan Hidup Jawa Barat menyebutkan, hutan lindung di DAS Citarum memiliki luas 660.000 hektare. Kini, tersisa sekitar 85.800 hektare atau 13 persen saja, dan kemungkinan bertambah akibat kondisi bentang alam yang mengalami perubahan drastis.
Kondisi Sungai Citarum sempat menjadi sorotan internasional karena kotor dan tercemar . Pemerintah kemudian menerbitkan Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Berlandaskan kebijakan tersebut, berbagai unsur mulai dari kementerian/lembaga, pemerintahan, hukum dan keamanan, pengusaha, akademisi, media, hingga unsur masyarakat dilibatkan untuk terlibat dalam sebuah program Citarum Harum, yang digagas sebelumnya oleh Kodam III Siliwangi, dengan anggaran bersumber dari APBN dan APBD.
Citarum Harum menargetkan perbaikan ekosistem hingga kualitas air pada 19 Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Sungai Citarum dengan 16 Sub DAS di dalamnya yang terdapat pada 14 wilayah kota/kabupaten di Jawa Barat yang membentang dari Kabupaten Bandung di hulu, sampai Kabupaten Bekasi, Karawang, Indramayu, dan Subang di hilirnya. Untuk menanganinya, ada pembagian wilayah kerja menjadi 23 sektor.