Bandung (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Luar (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menilai program yang dilakukan oleh Jawa Barat untuk penanggulangan tuberkolosis (TBC) mulai penelusuran sampai pengolahan telah cukup baik meski kasus TBC tinggi.
Bahkan, kata dia, Jawa Barat (Jabar) berhasil menemukan kasus TBC sebagai langkah pertama penanggulangan sampai 100 persen dalam dua tahun terakhir.
"PR besar masih ada pada bagaimana yang telah diobati itu sampai selesai. Karena pengobatan TBC itu enam bulan. Mungkin ada yang terputus. Tapi secara peran, Jawa Barat dua tahun ini sudah bagus dibanding sebelumnya," ucap Imran di Bandung, Rabu.
Menurutnya, di Jawa Barat pada tahun 2023 terjadi 168.000 kasus baru TBC dengan satu kali paket pengobatan membutuhkan biaya sekitar Rp32.000 per orang.
Karena itu, lanjutnya, butuh semangat bersama untuk menangani TBC, terlebih penyakit tersebut mudah menular, baik pada anak-anak, dewasa, maupun lansia. Selain itu TBC juga bisa menyerang semua organ.
"Kecuali rambut dan kuku. Teorinya, semua organ yang dialiri darah, itu bisa terkena. Ada TBC paru, TBC tulang, ada juga yang sampai ke otak, meningitis. Tergantung organ mana yang diserang TBC," ucapnya.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini, lanjut dia, merupakan penyakit paling tua, namun hingga kini belum ada obat yang benar-benar ampuh mengobati.
"COVID, virus yang muncul baru tiga tahun terakhir bisa langsung ada obat. Itu yang menyebabkan kita gemas, kenapa penyakit yang sudah lama ada, obatnya tidak beres-beres," ucap Imran. Sementara itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar berharap dukungan seluruh pihak guna memberantas TBC yang kasusnya di provinsi itu mencapai 233.334 kasus atau 22 persen dari total kasus di seluruh Indonesia.
Pelaksana Harian (Plh) Asda 1 Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Jabar Dodo Suhendar mengatakan sinergitas dan kolaborasi bersama sangat dibutuhkan guna mengurai kasus TBC. "Dukungan dan partisipasi aktif sangat berarti, mencapai Jawa Barat bebas TBC," ujarnya.
Tingginya kasus TBC di Jawa Barat, lanjutnya, juga berdampak terhadap ekonomi. Menurutnya, dibutuhkan anggaran sekitar Rp6,5 triliun hanya untuk mengobati pasien.
"Itu bisa untuk beasiswa 48.000 mahasiswa. Kalau uang habis menangani TBC, tentu sulit mencapai Indonesia Emas 2045. Kalau berhasil, dananya bisa dialihkan untuk beasiswa. Betapa penting investasi kita menangani TBC," ucapnya.
Di Jabar, sambung Dodo, ada enam kota/kabupaten yang memiliki beban TBC tinggi yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Sukabumi, dan Kota Bekasi.
"Penyakit TBC dari masalah prilaku, gizi, status ekonomi, kondisi rumah yang tidak ada ventilasi, itu cenderung kena TB lebih besar. Makanya kita semua harus mencoba intervensi," ujarnya.
Kerja sama dalam menuntaskan TBC di Jawa Barat, tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah dan pusat, tapi juga dengan pihak asing yakni Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), lewat Program BEBAS TBC di Provinsi Jawa Barat.
Deputi Chief of Party USAID Bebas TBC Prima Setiawan mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat, melalui USAID dan Kemenkes.
Dengan empat provinsi yang menjadi fokus, karena memiliki beban TBC cukup besar yaitu Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes apresiasi program Pemprov Jabar tanggulangi TBC