Meski demikian, bagi Sinta, Gus Dur adalah sosok yang romantis. Mereka kerap berkirim surat sejak masa pacaran.
Akan tetapi, ketika sudah berumah tangga, justru Sinta yang selalu membuat surat. Diakui bahwa dalam keluarga hampir pasti ada rasa kesal satu sama lain.
"Bapak itu seringnya di kantor, nanti suka dibawa orang kemana. Kita enggak tahu Bapak ada dimana,” tutur Sinta.
Sinta biasanya menumpahkan kekesalannya lewat surat yang ia selipkan di tumpukan baju Gus Dur.
Kalau sudah datang di rumah dan mau ganti baju, di situ ada surat. Setelah itu diambil, dibaca, direnungkan, diresapi. Gus Dur datang ke kamar, memeluk Sinta dan menjelaskan apa masalahnya.
Warisan abadi
Di tengah kesibukannya, Gus Dur selalu menyempatkan diri mendengarkan musik atau wayang.
Jiwa seni melekat pada Gus Dur, yang pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta periode 1982-1985. Gus Dur kerap mendengarkan lagu-lagu Janis Joplin dan Beethoven di mobil saat melakukan perjalanan dinas ke berbagai kota.
Bahkan, pada hari-hari terakhirnya, Gus Dur masih minta dibacakan buku oleh Inaya.
“Dibacakan sama aku, pagi itu sebelum Bapak meninggal. Kalau buku saat itu Bapak lagi baca “Mary, Queen of Scots”, tentang Queen Mary,” ujar Inaya menambahkan Gus Dur juga masih rutin minta dibacakan koran.
Seni yang melekat pada Gus Dur dan hobinya membaca buku menurun pada anak-anaknya. Bahkan istrinya ikut ketularan Gus Dur membaca buku-buku silat.