Ia mengatakan Bung Karno, Proklamator dan Bapak Bangsa Indonesia mengajarkan kepada semua, bahwa ilmu hanya berguna apabila diamalkan bagi kemanusiaan, sehingga pembicaraan tentang transformasi sosial suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan pemahaman terhadap falsafah bangsa, bagaimana sejarahnya, budayanya, dan juga kondisi geografisnya.
Ia mengatakan keseluruhan pemahaman itu membentuk budaya strategis bangsa, yang bagi bangsa Indonesia bermuara pada Pancasila.
Ia menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar falsafah, ideologi, the way of life, dasar dan tujuan bernegara. Pancasila juga merupakan ideologi geopolitik atas cara pandang Indonesia terhadap dunia.
Dengan cara pandang itu, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme.
Hal itu dibuktikan melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, Gerakan Non-Blok tahun 1961 di Beograd, juga Pidato Bung Karno di PBB pada tahun 1960 yang dikenal dengan “To Build the World Anew”.
Keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan tiga momen bersejarah tersebut kini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Memory of the World.
“Mengapa ketiga peristiwa penting ini saya sampaikan? Sebab Transformasi Sosial Bangsa Indonesia, memiliki dimensi eksternal berupa tanggung jawab terhadap masa depan dunia yang lebih damai, lebih makmur, lebih berkeadilan, dan berkelanjutan,” ujar dia.
Ia mengatakan Bangsa Indonesia pun menjadi “Taman Sari Dunia” dengan politik luar negeri bebas aktif. Namun dimensi eksternal itu tidak akan optimum selama dimensi internalnya belum sempurna dilakukan.
Pada kesempatan yang sama ia mengatakan anugerah itu merupakan yang ke-10 baginya, dan mengusul akan ada empat lagi anugerah Honoris Causa.
Megawati didampingi putranya M. Rizki Pratama, putrinya Puan Maharani, beserta cucu.