Kabupaten Bogor (ANTARA) - Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor Dr Aep Saepudin Muhtar mengajak peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XVII menyelami sejarah Bogor, Jawa Barat.
"Jika membicarakan soal Bogor berarti menarasikan sebuah peradaban yang tua," kata pria yang akrab disapa Gus Udin di Bogor, Senin.
Ajakan itu ia sampaikan kepada para peserta setiap kali menjadi pemateri mengenai "kebogoran" pada perkuliahan Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XVII di Wisma Dharmais, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Ia menjelaskan dalam lintasan sejarahnya, Bogor dimulai dari masa pra sejarah -- sebelum mengenal budaya menulis -- yakni denhan ditemukan beberapa situs, seperti situs Arcadomas di Tenjolaya (zaman megalitikum), situs Pasir Angin di Cibungbulang yang berusia kurang lebih dua ribu tahun, dan situs-situs lainnya.
Kemudian, kata dia, memasuki masa sejarah --sudah mengenal budaya menulis-- dimulai pada masa Kerajaan Tarumanegara (358 Masehi - 669 Masehi), ditemukan sejumlah prasasti, seperti Prasasti Ciaruteun di Cibungbulang ditemukan sekitar abad XVIII, Prasasti Tapak Gajah/Kebon Kopi I ditemukan sejak awal abad XIX, dan yang lainnya.
Kemudian, sampai memasuki masa keemasan pada masa Kerajaan Sunda Pajajaran yang ibukotanya di Pakuan dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482 - 1579).
Ia juga menjabarkan bagaimana perkembangan sosial politik Bogor pada masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, serta masa revolusi kemerdekaan.
"Pada masa revolusi, kita bisa lihat perjuangan santri dan kyai di wilayah Bogor Barat, ada seorang ulama, penyair, dan pejuang bernama Raden Abdullah bin Nuh," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI ajak kader ulama menyelami sejarah Bogor