Selaku koordinator, Tria prihatin dengan kondisi korban, bahkan ada beberapa yang terlilit pinjaman online. Salah satu korban seorang tukang ojek daring menyetorkan uang sampai Rp300 juta demi bisa mendapatkan komisi dari tugas-tugas yang telah dijalaninya.
"Padahal, itu uang untuk biaya haji ibunya," kata Tria.
Beberapa korban, kata dia, ada yang hampir mencoba bunuh diri, bahkan seorang ibu rumah tangga rugi ratusan juta rupiah saat anaknya sedang dirawat di ICU.
"Modus operandi mereka itu menawarkan kerja paruh waktu, pekerjaannya menaikkan ratting penjualan salah satu e-commerce," katanya.
Menurut dia, para korban tertarik dengan pekerjaan tersebut karena di awal menerima komisi. Bila top-up Rp 100 ribu, komisi didapatkan Rp110 ribu. Uang ditransfer atas nama perusahaan, commanditaire vennootschap (CV) atau perseroan terbatas (PT).
Selain itu, pelaku yang diduga sindikat juga mengatasnamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meyakinkan para korban.
Dalam menjalankan tugas tersebut, ada level top-up mulai dari yang terendah Rp100 ribu hingga jutaan rupiah. Korban mulai merasa ditipu setelah uang komisi yang mereka peroleh dari hasil top-up tidak bisa dicairkan.
"Di situlah minimnya pengetahuan masyarakat atau korban-korban di sini," ujar Tria.
"Kedatangan kami ke Bareskrim Polri ini supaya laporan seluruh korban ini segera ditindaklanjuti karena jumlah korban terus bertambah," kata Tria.