Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendata sebanyak 1.778 kejadian bencana telah terjadi di Indonesia sepanjang periode 1 Januari hingga 19 Juni 2023.
“Pak Presiden menyampaikan yang ditakutkan dunia saat ini bukan pandemi atau perang, tapi perubahan iklim dan hal ini menyebabkan frekuensi bencana alam di dunia naik drastis,” kata Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam Diskusi Fenomena El Nino: Dampak dan Solusi Terhadap Pelayanan Publik yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Prasinta menyebutkan sampai 19 Juni 2023 bencana alam yang mendominasi adalah banjir, cuaca ekstrem, serta tanah longsor. Bencana alam itu menimbulkan kerugian, diantaranya 156 jiwa telah meninggal dunia, delapan orang hilang, 5.496 luka-luka dan terdampak, sedangkan 2.871.296 jiwa harus mengungsi.
Adapun jenis bencananya adalah15 gempa bumi, dua erupsi gunung api, 658 banjir, 605 cuaca ekstrem, 321 tanah longsor, 154 kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 18 gelombang pasang dan abrasi, serta lima kasus akibat kekeringan.
Dari semua bencana itu, Prasinta menyoroti frekuensi karhutla yang meningkat setiap minggu. Pada Mei-11 Juni 2023, yang semula hanya satu kasus pada Mei minggu pertama, menjadi 18 kasus pada Juni minggu pertama. Hal itu diduga karena kemarau yang memicu terjadinya peningkatan bencana hidrometeorologi.
Maka dari itu, lanjutnya, semua wilayah Indonesia harus waspada dan siap untuk puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi mulai Juni.
Sebagai respons peringatan dini El Nino, per 29 Mei 2023 enam provinsi prioritas sudah menetapkan status siaga darurat bencana karhutla yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.