"'Food lost' kita ini 184 kilogram per tahun per kapita. Artinya apa? Pangan yang tercecer, pangan yang dibuang menjadi sampah, bahkan menurut FHO kita ini bahkan terbesar di dunia 300 kilogram per kapita per tahun setelah Arab Saudi dengan 400 kilogram per kapita per tahun. tetapi hitungan kita (untuk Indonesia) 184 ton per kapita per tahun," ungkapnya.
Tidak presisi
Menurutnya, penyebab masalah food lost dan food waste Indonesia tinggi ialah pertama adalah contoh untuk beras, panen yang tidak presisi, sehingga gabah yang tercecer itu mencapai 11 persen, kemudian masih masuk lagi di penggilingan padi, gabah yang rusak sekian persen sehingga perlu pembenahan.
Selanjutnya yang kedua dari penggilingan padinya benar, berarti perlu ada revitalisasi penggilingan padi, maka itu akan bisa meningkatkan ketersediaan pangan secara nasional.
Dengan begitu, lanjutnya, kalau ada 11 persen tercecer kemudian menjadi hanya lima persen berarti minimal ada tambahan enam persen cadangan pangan beras Indonesia yang luar biasa.
Kemudian yang ketiga adalah perlu segera ada pendampingan petani, karena varietas baru membutuhkan teknik baru, teknologi baru membutuhkan teknologi budidaya baru dan perubahan iklim membutuhkan cara adaptasi baru.
"Jadi, saya masih optimis (masalah), pertanian kita masih bisa kita atasi dengan cara tadi (mengatasi food lost dan food waste," katanya.
Sementara itu Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN) melakukan observasi padi merah varietas unggulan produksi lokal.
"Kami meminta bantuan BRIN dalam rangka melakukan observasi plasma nutfah dengan objek sampel di Kampung Cibadak Desa Karang Indah, Kecamatan Bojongmangu," kata Kepala Bidang Pembangunan Balitbangda Kabupaten Bekasi Indra Wahyudi di Cikarang, Jumat.
Dia mengatakan proses observasi dilakukan di lahan seluas 6 hektare yang dikelola kelompok tani setempat. Peninjauan lahan padi merah ini untuk mengetahui kualitas serta ciri khas untuk kebutuhan pengembangan jenis padi varietas lokal tersebut.
"Ini baru observasi tahap awal. Diharapkan nanti ketika sudah selesai seluruh proses observasi dan keluar hasil dari BRIN, jenis padi merah tersebut punya keunggulan-keunggulan sebagai dasar untuk mendaftarkan varietas ini ke Kementerian Pertanian," katanya.
Indra mengakui hingga kini jenis padi merah di Bojongmangu ini belum memiliki nama khas. Salah satu tujuan observasi juga untuk memberikan penamaan berdasarkan koordinasi bersama antara pihaknya dengan kelompok tani serta penyuluh pertanian.
Menurut dia berdasarkan pengamatan awal, jenis padi ini memiliki keunggulan secara fisik yakni rumpun padi berkualitas sehingga mampu memiliki banyak anak serta ketinggian yang lebih dari varietas lain termasuk jenis padi Ciherang.
"Kemudian dari cita rasa nasi yang dihasilkan, jenis padi merah lokal ini terasa lebih legit atau pulen dibandingkan varietas padi lain," katanya.
Pihaknya bersama BRIN selanjutnya akan menindaklanjuti observasi awal ini dengan melakukan pengamatan tahap berikutnya yakni observasi daya hasil dengan harapan jenis padi ini bisa dilepas ke pasar sebagai hasil pertanian lokal khas Kabupaten Bekasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IPB miliki 107 varietas unggul padi dan tanaman pengganti gandum