Kasus-kasus berat dapat mengakibatkan gangguan berbagai alat atau sistem tubuh yang memerlukan penanganan segera.
Salah satu penelitian lain menunjukkan dari kasus-kasus yang ada maka sekitar 65 persen mengalami luka-luka, 22 persen patah tulang, 6 persen kerusakan jaringan lunak dan persentasi cukup banyak yang mengalami trauma di tungkai dan lengan.
Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa tren magnitudo gempa susulan di Kabupaten Cianjur cenderung melemah.
"Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa hingga Selasa, 22 November 2022 pukul 4.00 WIB menunjukkan tren magnitudo gempa susulan yang cenderung melemah," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, gempa susulan dari gempa utama magnitudo 5,6 Cianjur, Jawa Barat pada Senin (12/11) kemarin juga menunjukkan tren frekuensi aktivitas gempa susulan yang semakin jarang.
"Aktivitas gempa susulan (aftershocks) di Cianjur-Sukabumi sudah meluruh," katanya.
Daryono mengemukakan, gempa yang terjadi di Cianjur masuk dalam kategori gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake).
Ia mengatakan, karakteristik gempa kerak dangkal itu memiliki gempa susulan yang cukup banyak karena berada di batuan yang relatif rapuh.
"Hingga pukul 7.30 BMKG mencatat 122 kali gempa susulan akibat gempa M5,6 Cianjur, Jawa Barat," tuturnya.
Sementara itu, Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto mengatakan target masa tanggap darurat berlangsung
selama satu minggu dan berharap proses pencarian dan evakuasi sudah selesai.
Ia meminta kementerian dan lembaga dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk mempercepat penanganan darurat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Prof Tjandra ingatkan masalah kesehatan yang akan timbul usai bencana