“Polisi enggak boleh tangani, (aduan) itu ke Dewan Pers untuk diperiksa,” katanya.
Ia mencontohkan aduan yang diterima polisi terkait kerja-kerja jurnalistik diteruskan kepada Dewan Pers setelah diterima akan dikaji atau diperiksa benarkah karya jurnalistik tersebut sudah sesuai kaidah-kaidah jurnalistik yang diatur dalam UU Pers.
“Kalau iya karya jurnalistik mungkin ada pelanggaran etis itu diselesaikan di Dewan Pers lewat mekanisme etis, yaitu minta maaf, memuat hak jawab bahkan sampai tahap tertentu mungkin meng-'take down' (menurunkan) sebuah berita, tapi tidak boleh ada kriminalisasi terhadap pers,” terang Arif.
Menurut Arif, PKS ini penting untuk mencegah kriminalisasi jurnalistik karena Dewan Pers menerima banyak aduan masih terjadinya kriminalisasi terhadap kerja jurnalistik, seperti misalnya kasus di Kalimantan Selatan, Palopo, dan menghalang-halangi kerja jurnalistik di Surabaya yang dialami Nurhadi.
“Diharapkan dalam PKS ini tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti itu,” katanya.
Setelah penandatanganan PKS ini, lanjut Arif, dilakukan sosialisasi bersama kepolisian maupun Dewan Pers dilanjutkan dengan pelatihan ke satuan polisi di wilayah yang secara teknis dilakukan Lemdiklat Polri dengan memasukkan elemen Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik dalam pelatihan kepada para penyidik.
“Jadi penyidik punya prespektif melindungi kerja jurnalistik,” kata Arif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bareskrim-Dewan Pers sepakat cegah kriminalisasi kerja jurnalistik