Bandung (ANTARA) -
Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandung menangkap pemuda mengaku berprofesi sebagai ustad yang melakukan pencabulan sesama jenis terhadap tiga anak di bawah umur.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan pelaku berinisial YHS (19) itu mengajak para anak untuk mengikuti kegiatan pengajiannya dengan cara menginap. Kegiatan itu, kata dia, digelar secara sukarela oleh pelaku di tempatnya yakni kawasan Ancolmekar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Jadi pelaku meyakinkan kepada orang tua korban untuk ikut belajar ngaji, waktu ngajinya itu pukul 17.00 WIB sampai 05.00 WIB pagi, sehingga setelah belajar mengaji lalu dilakukan perbuatan cabul," kata Kusworo di Polresta Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin.
Menurutnya laporan pencabulan itu didapatkan pada Agustus 2022 dari salah satu orang tua korban yang mendengar informasi terkait perilaku tak senonoh tersangka. Lalu orang tua itu menurutnya curiga dan menanyakan kepada anaknya yang merupakan murid pelaku.
"Awalnya anak tidak mengaku, tapi setelah dibujuk orang tua, anaknya menyampaikan bahwa sudah dilakukan pencabulan oleh ustadnya," kata dia.
Kusworo mengatakan, pelaku awalnya membujuk para korbannya sebelum melakukan pencabulan. Adapun kegiatan pencabulan itu diduga sudah dilakukan beberapa kali dan hampir satu tahun lamanya.
"Tersangka juga merupakan korban pencabulan waktu dia duduk di bangku SMP, dia belum menikah," katanya.
Setelah dilaporkan, menurutnya pelaku sempat kabur dan berpindah-pindah tempat seperti ke Tasikmalaya, Ciamis, dan daerah lainnya. Namun akhirnya, kata dia, polisi berhasil menangkap pelaku pada 20 Oktober 2022.
Dengan fenomena itu, menurutnya Polresta Bandung juga bekerjasama dengan Komnas Perlindungan Anak guna melakukan pendampingan kepada para korban. Jangan sampai, kata dia, para korban itu juga menjadi pelaku pencabulan di kemudian hari.
"Bagi para orang tua murid, agar menjalin komunikasi dengan anak, sebaiknya orang rua memahami siapa guru anaknya itu, orang tua juga harus bisa mengajarkan para anak bahwa ada daerah sensitif yang tidak boleh disentuh orang lain," kata Kusworo.
Akibat perbuatannya, YHS dijerat dengan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak. YHS terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp5 miliar.