"Padahal yang merah itu justru jauh lebih sehat dan di sini juga bisa dipakai untuk program stunting," kata Teten.
Dia menjelaskan proses minyak makan merah berbeda dengan minyak goreng pada umumnya yang harus melalui proses bleaching. MInyak makan merah tanpa melalui proses bleaching sehingga kandungan protein dan vitamin A sangat tinggi.
"Jadi ini teknologi produksinya sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan dan ini di bawah BUMN. Sekarang target kita Pusat Penelitian Kelapa Sawit segera membuat Detail Engineering Design-nya yang segera kami akan produksi untuk piloting," kata dia.
Teten Masduki memastikan harga minyak makan merah yang sedang dioptimalisasi dan dikembangkan pemerintah akan lebih murah dibandingkan harga minyak goreng yang biasa gunakan masyarakat.
"Harga jual ke pasarnya lebih murah, karena prosesnya lebih sederhana," kata Teten.
Teten mengatakan proses pengolahan minyak makan merah berbeda dengan minyak goreng pada umumnya yang harus melalui proses bleaching. Minyak makan merah tanpa melalui proses bleaching sehingga kandungan protein dan vitamin A sangat tinggi.
Menurut Teten, Presiden dalam rapat terbatas menyetujui untuk pengembangan minyak makan merah berbasis koperasi. Pemerintah juga akan membuat percontohan pabrik produksi minyak makan merah antara lain di Sumatra dan Kalimantan.
Menurut Teten, koperasi bisa langsung membeli tunai sawit dari petani, kemudian mengolahnya menjadi CPO dan menjadi minyak makan merah serta memasarkannya.
"Ini solusi bagi petani, yang selama ini harga tandan buah segar kan tidak stabil. Juga solusi untuk distribusi suplai minyak goreng yang jauh lebih merata, karena sekarang ini pabrik minyak goreng kan kebanyakan di Pulau Jawa. Jadi nanti akan ada dua, minyak goreng dengan standar yang harus bening, serta ada minyak makan merah yang diproduksi oleh koperasi. Jadi masyarakat bisa memilih dua produk," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkop: Minyak makan merah lebih murah dari minyak goreng biasa