Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Senegal Aissata Tall Sall mengapresiasi Indonesia karena menjadi Presiden G20 pertama yang mengundang partisipasi dari anggota Uni Afrika.
Menlu Aissata menyampaikan pernyataan tersebut dalam kapasitas Senegal sebagai Ketua Uni Afrika, ketika bertemu Menlu RI Retno Marsudi di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/7).
Keduanya bertemu menjelang Pertemuan Menlu G20 (G20 Foreign Ministers’ Meeting/FMM) yang diselenggarakan di Bali pada 7-8 Juli 2022.
“Terkait kerja sama bilateral, kedua menlu telah menandatangani MoU Konsultasi Diplomatik yang akan menjadi forum pembahasan peningkatan kerja sama bilateral di berbagai bidang,” kata Kementerian Luar Negeri RI melalui siaran pers.
Kedua menlu juga menyepakati secara prinsip rezim bebas visa bagi pemegang paspor diplomatik dan dinas.
“Pada kesempatan tersebut, Indonesia menyampaikan permintaan agar dikeluarkan dari klasifikasi C System Visa Senegal. Kebijakan tersebut dinilai sangat tidak sesuai dengan kondisi Indonesia,” ujar Kemlu RI.
Menlu Senegal sepakat bahwa kebijakan visa Senegal terhadap Indonesia sudah tidak sesuai dengan situasi Indonesia dan oleh karenanya akan segera melakukan koordinasi dengan Otoritas di Senegal agar kebijakan tersebut dapat ditinjau ulang.
Selain isu bilateral, Retno dan Aissata juga membahas perkembangan terkini di Ukraina, yang sejak Februari lalu menghadapi invasi Rusia hingga berdampak pada krisis pangan dan energi global.
“Kedua menlu memiliki kesamaan pandangan mengenai pentingnya menyatukan suara negara-negara berkembang dalam upaya menghentikan perang yang terjadi,” kata Kemlu RI.
Perwakilamln Uni Eropa
Perwakilan Tinggi Uni Eropa (EU) Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan (HRVP) sekaligus Wakil Presiden Komisi Eropa Josep Borrell menghargai cara Indonesia dalam mengelola kepemimpinannya di G20, di tengah situasi dunia yang sulit karena pandemi COVID-19 serta invasi Rusia ke Ukraina baru-baru ini.
“HRVP Borrel kembali menyampaikan dukungan kuat terhadap Presidensi Indonesia di G20,” kata Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan tertulisnya mengenai pertemuan Perwakilan EU dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Dalam pembicaraan bilateral yang dilakukan di sela-sela Pertemuan Menlu G20 (G20 Foreign Ministers’ Meeting/FMM) itu, Menlu Retno dan HRVP Borrel membahas mengenai situasi di Ukraina, termasuk masalah rantai pasok pangan dan pupuk.
Dalam pernyataan terpisah yang dirilis Delegasi EU untuk Indonesia, disebutkan bahwa FMM G20 akan fokus pada kebutuhan untuk menegakkan dan menghidupkan kembali multilateralisme serta mengatasi tantangan ketahanan energi dan pangan yang mendesak, sebagai akibat dari agresi Rusia terhadap Ukraina.
Borrel akan menggunakan FMM G20 untuk menegaskan bahwa keadaan saat ini membutuhkan semakin ditingkatkannya multilateralisme dan solusi global.
“Uni Eropa mendukung mitranya untuk bekerja mencari solusi bersama dan mengatasi tantangan bersama-sama,“ kata Delegasi EU.
Di sela-sela FMM G20, Perwakilan Tinggi Borrell juga akan mengadakan pertemuan bilateral dengan para menlu dari berbagai benua untuk membahas isu-isu regional dan bilateral serta dampak global perang Rusia di Ukraina, khususnya terhadap keamanan pangan.
Sebagai platform multilateral strategis yang berperan mengamankan masa depan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi global, G20 memiliki 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yaitu Indonesia, Rusia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Prancis, China, Turki, dan EU.
Meskipun FMM G20 tidak akan menghasilkan dokumen resmi atau komunike, pembahasan isu global oleh para menlu diharapkan dapat mendorong kerja sama yang lebih konkret di masa depan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia jadi Presiden G20 pertama yang undang Uni Afrika