Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas YARSI Prof dr Fasli Jalal, Sp.GK., Ph.D mengatakan enam juta anak Indonesia terancam kehilangan Intelligence Quotient (IQ) 10 hingga 15 poin akibat terkena kekerdilan (stunting) yang memberikan banyak dampak buruk pada masa depannya.
“Berdasarkan data SSGI tahun 2019, IQ poin anak-anak kita, berkurang 10 sampai 15 poin untuk setiap anak dari enam juta anak Indonesia,” kata Fasli dalam Webinar Peran Grand Parenting dalam Pencegahan Stunting di Jakarta, Jumat.
Fasli menuturkan rata-rata poin IQ yang dimiliki anak Indonesia hanya sekitar 78. Besar IQ itu lebih rendah dibandingkan rata-rata poin IQ yang dimiliki anak-anak di Jepang, yakni 106, peningkatan IQ semakin diperparah dengan hadirnya pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Hal tersebut, lanjutnya, memberikan dampak pada enam juta anak di Indonesia terlambat untuk bisa masuk ke sekolah dan cenderung memiliki prestasi di bidang akademik yang lebih buruk. Bahkan, terkadang terjadi putus sekolah pada usia muda.
Stunting, kata Fasli, juga membuat anak kehilangan tinggi badannya sekitar satu persen dan 1,4 persen produktivitasnya. Bila stunting terus dibiarkan, kualitas kesehatan anak bangsa akan menurun dan kegiatan perekonomian dapat terganggu.
“Kadang putus sekolah pada usia awal membuat mereka memiliki pendapatan lebih rendah dari teman-temannya yang normal kondisi tubuhnya. Dia juga akan kehilangan pendapatan, negara juga akan kehilangan Gross Domestic Product (GDP,)” kata Fasli.
Fasli menambahkan stunting tidak hanya merugikan anak secara individu, tetapi juga negara. Biaya untuk penanganan nutrisi pada anak yang terkena stunting diperkirakan bisa mencapai Rp300 triliun hingga Rp400 triliun. Potensi GDP juga ikut menurun sekitar dua sampai tiga persen.