Berdasarkan pernyataan produsen mobil Volkswagen, General Motors, dan Tesla, rata-rata biaya produksi baterai berbahan nikel kombalt aluminium oksida (NCA) pada 2018 berkisar antara 100 dolar (Rp1,4 juta) hingga 150 dolar (Rp2,1 juta) per kWh (kilo Watt hour).
Sedangkan untuk yang berbahan nikel mangan kobalt (NMC) yang diproduksi lebih terbatas, biayanya mencapai 150 dolar (Rp1,4 juta) hingga 200 dolar (Rp2,8 juta) per kWh. Artinya, semakin tinggi kapasitas baterai dan semakin jauh jangkauan kendaraan listrik, biayanya kian besar.
Tapi dengan semakin berkembangnya teknologi yang tentu saja dibarengi dengan produksi massal baterai, maka ongkos produksi akan semakin rendah. Ini membutuhkan keseimbangan antara ongkos produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan untuk mencapai harga lebih murah.
Oleh karena itu, kemudian muncul perkiraan ongkos pembuatan baterai yang semakin rendah. Ongkos produksi baterai diperkirakan akan turun menjadi 130 dolar hingga 160 dolar per kWh pada 2020-2022, kemudian menjadi 120 dolar (Rp1,7 juta) hingga 135 dolar (Rp1,9 juta) pada 2025.
Tesla menyatakan akan bisa mencapai 100 dolar/kWh pada tahun 2022, terkait dengan paket baterai berbasis teknologi NCA dan berdasarkan volume produksi yang lebih tinggi dari sebelumnya.