Menurut Ketua Dewan Kurator Ibu Kota Kebudayaan JKPI, Taufik Rahzen usai penetapan, Jumat di Puri Begawan mengatakan gagasan penetapan ibu kota kebudayaan bukanlah sesuatu yang baru, sebab di Uni Eropa memiliki tradisi menetapkan ibu kota kebudayaan setiap tahun sejak 1980-an.
"Pada awalnya hanya ada satu kota setiap tahun, namun karena antusiasme anggota pada tahun 2000 menjadi 8 kota. Sejak itu dikembangkan yang melibatkan beberapa kota sekaligus," katanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi raih Satyalancana Kebudayaan
Taufik menyebutkan delapan Kota Kebudayaan tersebut ialah Surakarta sebagai Ibu Kota Kemajuan Kebudayaan, Sawahlunto sebagai Ibu Kota Warisan Sejarah, Banda Aceh sebagai Ibu Kota Bandar Maritim, Bogor sebagai Ibu Kota Berkelanjutan, Siak Sri Indrapura sebagai Ibu Kota Literasi dan Pendidikan, Ambon sebagai Ibu Kota Kreatif, Denpasar sebagai Ibu Kota Kebangsaan dan Sumbawa sebagai Ibu Kota Perubahan Iklim.
Ia pun menjelaskan penetapan ibu kota kebudayaan itu kemudian memicu negara-negara Arab dan Amerika untuk menetapkan ibu kota kebudayaan mereka sendiri. "Arab Capital of Culture ditetapkan mulai 1996 dan America Capital of Culture pada 2000," ujarnya.
Baca juga: Kanal Indonesiana upaya mewujudkan visi pemajuan kebudayaan
Dengan pengalaman itu, kata dia, berkaca dari negara-negara lain, maka pra kongres JKPI di Banda Aceh lalu memutuskan untuk memilih delapan kota sebagai ibu kota kebudayaan setiap tahunnya.
"Masing-masing ibu kota kebudayaan ini memiliki karakteristik dan kekuatan masing-masing yang akan dipilih secara berganti setiap tahunnya," kata Taufik.