Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Pengusaha alat kesehatan lokal meminta Presiden Joko Widodo memprioritaskan penggunaan produk buatan dalam negeri dalam upaya penanganan pandemi COVID-19 di tengah penguasaan produk asing.
"Kami mohon Bapak Presiden Jokowi memberi instruksi jajaran agar mengetahui sekaligus melaksanakan di lapangan terkait peraturan penggunaan produk dalam negeri seperti yang tertuang dalam Kepres Nomor 12/2021 dan Nomor 15/2021," kata General Manager PT Sri Tita Medika Heru Purnomo di Cikarang, Kamis.
Heru mengatakan saat ini kondisi perusahaan sedang terpuruk menyusul sulitnya pendistribusian alat kesehatan. Produksi alat tes usap dalam negeri tidak digunakan karena lebih banyak impor.
"Saat ini perusahaan sedang berusaha mendapatkan pasar untuk dipasok. Tapi kondisi saat ini banyak produk dari luar negeri, sedangkan produk dalam negeri tidak, dipakai padahal secara kualitas kami lebih baik dan harganya pun lebih terjangkau," ucapnya.
Ia menyayangkan banyak pihak yang lebih memilih memakai produk impor untuk kebutuhan tes PCR maupun antigen. Alat tersebut juga digunakan BUMN yang bergerak di bidang transportasi, seperti stasiun dan bandara. Padahal, seharusnya perusahaan pelat merah mendukung penggunaan produk dalam negeri.
Heru mengaku perusahaannya sudah bergerak di bidang alat kesehatan sejak sebelum pandemi. Kemudian ketika COVID-19 masuk ke Indonesia, pihaknya turut memproduksi kebutuhan kesehatan lainnya, di antaranya masker dan stik swab.
Secara kemampuan, kata dia, perusahaannya dapat memproduksi alat swab hingga 25 juta per bulan, namun realitanya permintaan di lapangan jauh di bawah itu. Dari lima juta alat yang diproduksi, hanya ratusan ribu hingga satu juta alat saja yang berhasil terdistribusi.
Kondisi ini memaksa perusahaan membuat kebijakan untuk merumahkan karyawan. Dengan kondisi tersebut dia berharap ada keberpihakan dari pemerintah terhadap pengusaha lokal.
"Kami tidak ingin subsidi pemerintah karena kami masih sanggup membiayai produksi. Yang kami butuhkan sekarang adalah pasar yang adil bagi kami dalam mendistribusikan alat swab antigen. Apabila tidak ada pasar yang adil, masalah itu akan berbuntut pada kesejahteraan karyawan, mau tidak mau kami harus memangkas gaji dan merumahkan beberapa karyawan, karena kondisi finansial perusahaan juga perlu diselamatkan," ucapnya.
Heru mengaku sebetulnya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah baik, hanya saja dalam pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai dengan regulasi yang telah dibuat dan diarahkan.
"Harapan kami, semoga regulasi yang telah ditentukan bisa berjalan dengan semestinya agar produk buatan dalam negeri bisa diutamakan dan digunakan," kata dia.
Pada Rabu (17/11), sejumlah karyawan PT Sri Tita Medika yang berlokasi di Desa Hegarmukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menyuarakan aspirasi terkait kesejahteraan karyawan yang semakin memburuk, bahkan beberapa di antaranya kini telah dirumahkan tanpa pernah dipanggil kembali.
"Kami mohon kepada pihak manajemen perusahaan untuk memperhatikan nasib kami ke depannya dan juga teman-teman kami yang sudah dirumahkan," kata perwakilan buruh, Owi Indra.
Berdasarkan hasil perundingan dengan pihak manajemen, kata Owi, kondisi perusahaan tengah lesu. Kendati di tengah pandemi, dimana persoalan kesehatan sangat diprioritaskan, namun pabrik pembuatan peralatan kesehatan ini justru kekurangan pesanan.
"Katanya banyak produk yang dipakai itu impor, padahal kan di kami ada. Kami juga berharap Pak Presiden Jokowi bisa mengutamakan produksi alat kesehatan dalam negeri ketimbang alat kesehatan impor," kata Owi.
Baca juga: 79 jenis alat kesehatan lokal bisa gantikan produk impor
Baca juga: Belanja alat kesehatan, Pemkot Bogor alokasikan Rp62 miliar
Baca juga: Penggunaan tiga alat kesehatan baru RSUD Kota Bogor diresmikan Wamenkes