"Para senior, para alumni sekolah di Kota Bogor, hentikan tradisi tawuran, kita ingin membangun Kota Bogor yang lebih beradab," kata Kombes Pol Susatyo saat menggelar jumpa pers ungkap kasus pengeroyokan pelajar di Taman Corat Coret, Kamis.
Menurut dia, kasus pengeroyokan hingga menyebabkan korbannya tewas pada Rabu (6/10) pukul 21.00 WIB, seharusnya menjadi peringatan keras untuk semua pihak mewasadai penyimpangan perilaku para pelajar.
Diketahui, Kota Bogor telah menerapkan pembelajaran tatap muka terbatas (PTST) tahap I sejak Senin (4/10).
Terdapat 200 sekolah terdiri atas 44 SMP, 115 SMA/SMK sederajat, 30 madrasah dan 11 sekolah luar biasa (SLB).
Dengan kata lain, pengeroyokan pelajar hingga tewas yang melibatkan enam orang pelajar dengan empat orang di antaranya pelaku pengeroyokan dan dua orang adalah pihak korban, terjadi tepat tiga hari setelah pembukaan PTMT terbatas tersebut.
Begitu memprihatinkan, kata Kombes Pol Susatyo, pada kejadian tragis merenggut nyawa satu orang pelajar di Jalan Pelupuh Raya, Kelurahan Tegalgundil, Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor itu, pelaku utama berinisial RAP (18) mengaku memiliki dendam pribadi hingga tega menyabet dada korban berinisial RM (17) dengan celurit.
RAP dibantu ML (17) dalam pengeroyokan tersebut, sementara dua orang lainnya hanya ikut-ikutan.
Bersama sabetan di dada itu, RM juga diterjang senjata tajam RAO di bagian tengkuk dan kaki. Ia tewas di tempat dengan bersimbah darah.
Beruntung, satu teman korban berhasil melarikan diri hingga selamat dari amarah para pelaku.
Dalam aksi kekerasan antar pelajar itu, polisi mendapati sejumlah barang bukti berupa celurit yang digunakan pelaku RAP merenggut nyawa korbannya, satu sepeda motor dan lima celurit lainnya yang telah dipersiapkan mereka menyerang korban.
Motif dendam karena pernah mendapat kekerasan fisik dari kelompok korban, kata Kombes Pol Susatyo, membuat RAP tidak kuasa menahan untuk membalas.
Empat orang pelaku tersebut kini telah diamankan kepolisian bersama dengan satu teman korban.
Polisi juga telah mengumpulkan 10 orang saksi untuk mendalami kasus pengeroyokan antar pelajar itu.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku mendapat ancaman hukuman Primer pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (1), (3) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan maksimal hukuman 15 tahun penjara.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku mendapat ancaman hukuman Primer pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (1), (3) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan maksimal hukuman 15 tahun penjara.
"Sehingga kembali kami mengimbau masyarakat, agar hentikan aksi-aksi kekerasan di Kota Bogor baik itu perorangan atau kelompok mana pun," katanya.
Dikabarkan, peristiwa pengeroyokan antar pelajar itu terjadi dengan cepat, keempat pelaku dan korban bersama temannya bertemu di Jalan Pelupuh Kelurahan Tegalgundil tersebut.
Camat Bogor Utara Marse Hendra Saputra sempat menyampaikan saksi yang berada di lokasi kejadian sempat mendengar adu mulut di antara para pelajar tersebut.
Namun, saksi tidak sempat melihat langsung pengeroyokan karena hendak pergi ke warung. Tak lama, sepulang dari warung saksi sudah melihat korban sudah tak bernyawa.
"Saksi melihatnya mereka tidak pakai seragam dan sudah bukan jam sekolah, saat itu kami belum bisa memastikan pelajar atau bukan," ujar Marse.
Baca juga: Satgas Pelajar Kota Bogor susun strategi cegah tawuran
Baca juga: Polisi Karawang amankan delapan orang terlibat tawuran pelajar
Baca juga: Tawuran antarpelajar SMK di Sukabumi kembali telan korban
Baca juga: Satgas Pelajar Kota Bogor susun strategi cegah tawuran
Baca juga: Polisi Karawang amankan delapan orang terlibat tawuran pelajar
Baca juga: Tawuran antarpelajar SMK di Sukabumi kembali telan korban