Singapura (ANTARA) - Pasar saham Asia mengalami kerugian besar pada Selasa pagi, menyusul aksi jual luas di Wall Street setelah pasar khawatir tentang dampak dari kenaikan harga minyak ke tingkat tertinggi beberapa tahun pada saat gangguan rantai pasokan sudah memberi tekanan pada aktivitas ekonomi.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah sebanyak 1,3 persen, jatuh untuk sesi ketiga berturut-turut. Saham Jepang anjlok 2,8 persen, Korea Selatan merosot 2,5 persen dan saham Australia terpangkas 1,0 persen.
"Investor jelas khawatir tentang inflasi karena gangguan rantai pasokan dan reli harga-harga energi," kata Vasu Menon, direktur eksekutif strategi investasi di OCBC Bank.
Penurunan pasar membawa indeks acuan utama MSCI menjadi 619,87 poin, terendah sejak November 2020. Indeks telah merosot lebih dari 5,0 persen tahun ini, dengan pasar Hong Kong dan Jepang di antara yang mencatat kerugian terbesar.
"Kami telah melihat saham-saham teknologi mengungguli saham-saham yang dinilai berharga murah (value stocks) jadi jika inflasi tetap mengkhawatirkan, maka saham-saham teknologi cenderung terpukul," kata Menon.
Harga minyak mencapai puncaknya dalam tiga tahun pada Senin (4/10/2021) setelah OPEC+ mengkonfirmasi akan tetap pada kebijakan produksinya saat ini karena permintaan untuk produk minyak rebound, meskipun ada tekanan dari beberapa negara untuk menaikkan produksi yang lebih besar.
Minyak AS stabil di 77,60 dolar AS per barel, sehari setelah mencapai level tertinggi sejak 2014. Minyak mentah Brent berdiri di 81,30 dolar AS setelah naik ke level tertinggi tiga tahun.
Fokus pasar di Asia adalah apakah pengembang properti China Evergrande menawarkan kelonggaran kepada investor yang mencari tanda-tanda pelepasan aset. Saham perusahaan dihentikan untuk diperdagangkan pada Senin (4/10/2021).
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,94 persen menjadi 34.002,92 poin, indeks S&P 500 kehilangan 1,30 persen menjadi 4.300,46 poin, dan Nasdaq anjlok 2,14 persen menjadi 14.255,49 poinkarena investor melepas saham Big Tech dalam menghadapi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik karena kehati-hatian investor tentang perlunya menaikkan plafon utang pemerintah saat Amerika Serikat menghadapi risiko gagal bayar bersejarah dalam dua minggu.
Pada akhir perdagangan di Wall Street, Senat AS bersiap untuk memberikan suara pada RUU yang disahkan di Dewan Perwakilan Rakyat yang akan memperpanjang batas utang AS hingga Desember 2022, menghilangkan satu kebuntuan di Kongres yang membuat investor gelisah.
Dolar AS diperdagangkan mendekati level tertinggi satu tahun versus mata uang utama menjelang data penggajian penting AS yang akan dirilis pada akhir pekan, yang mungkin menawarkan petunjuk tentang waktu pengurangan stimulus Federal Reserve dan dimulainya kenaikan suku bunga.
Indeks dolar, yang melacak greenback versus sekeranjang enam mata uang, naik tipis 0,09 persen menjadi 93,928. Euro turun 0,13 persen menjadi 1,1605 dolar, sementara yen diperdagangkan naik 0,12 persen menjadi 111 per dolar.
Harga emas terkunci dalam kisaran ketat dan berdiri di 1.763 dolar AS per ounce, setelah naik pada Senin (4/10/2021) ke level tertinggi sejak 23 September.
Baca juga: Harga minyak turun di Asia setelah melonjak karena pengekangan pasokan OPEC+
Baca juga: Minyak melonjak setelah OPEC+ pertahankan peningkatan produksi
Baca juga: Minyak tergelincir jelang pertemuan kebijakan pasokan OPEC+
Harga minyak picu ketakutan inflasi, saham Asia jatuh ke terendah 1 tahun
Selasa, 5 Oktober 2021 10:50 WIB