Sumedang (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyambut baik pemerintah memastikan anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal dunia karena COVID-19 menjadi tanggung jawab negara, namun harus dipastikan juga kebutuhan lainnya yang menjamin kesejahteraan hidupnya.
"Tidak cukup jika negara hanya berfokus terhadap jaminan kesehatan dan jaminan pendidikan saja, jaminan sosial menyangkut kesejahteraan mereka juga harus diperhatikan. Jangan sampai urusan kesehatan dan pendidikan terpenuhi, tapi mereka harus pontang-panting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata LaNyalla saat kunjungan kerja di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu.
Senator asal Provinsi Jawa Timur ini juga menekankan perlunya pendampingan jangka panjang terhadap anak-anak tersebut, termasuk pendampingan psikososial.
Menurutnya, hal ini diperlukan karena kehilangan orang tua akibat COVID-19 pastinya meninggalkan trauma mendalam.
"Tentunya program trauma healing sangat dibutuhkan untuk anak-anak ini. Bukan hal yang mudah kehilangan dua orang tua dalam satu waktu. Luka berat kehilangan itu akan berkepanjangan. Oleh karena itu, pemerintah harus membuat program paling tepat untuk menanganinya," katanya.
LaNyalla pun menyoroti kevalidan data jumlah anak yatim piatu yang kehilangan orang tua akibat COVID-19. Kementerian Sosial mencatat saat ini kurang lebih 4 juta anak yatim di Indonesia, termasuk data dari Satgas COVID-19 yang menyebutkan ada 11.045 anak menjadi yatim, piatu, atau yatim-piatu akibat orang tua mereka meninggal karena sakit atau bencana alam.
Menurut dia jumlah anak yatim piatu khusus yang orang tuanya meninggal dunia karena COVID-19 masih belum jelas, untuk itu langkah benar pemerintah pusat menggandeng pemerintah daerah, yayasan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dan instansi terkait untuk mengumpulkan data agar betul-betul akurat.
"Jangan ada satu pun anak yatim piatu korban COVID tidak terdata. Pemda melalui Dinas Sosial harus selalu meng-update dan mencurahkan perhatiannya terhadap hal ini," kata mantan Ketua Umum PSSI itu.
Ia menambahkan, pemerintah harus ikut terlibat memperhatikan penempatan anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya akibat COVID-19.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 1 Tahun 2020, kata dia, pengasuh utama bagi anak yang orang tuanya meninggal dunia prioritasnya adalah keluarga sampai derajat ketiga, seperti kakek-nenek, atau paman-bibi mereka.
"Jika tidak dimungkinkan, penempatan anak memang bisa melalui orang tua asuh dan LKSA atau panti asuhan. Hanya saja untuk program orang tua asuh harus melalui prosedur yang benar agar tidak bermasalah di kemudian hari. Jadi negara harus sistematis untuk mengurus anak-anak korban COVID," tegas LaNyalla.
Ia menjelaskan program tanggungan anak yatim piatu akibat COVID-19 oleh negara tercantum dalam penjelasan Nota Keuangan dan Rancangan UU Anggaran Pendapat dan Belanja (APBN) 2022 pemerintah.
LaNyalla menegaskan permasalahan anak yatim piatu itu memang sudah menjadi tugas negara untuk mengurus anak-anak terlantar.
"Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pemerintah wajib memastikan memenuhi amanat konstitusi itu," ucapnya.
LaNyalla mengungkapkan DPD RI akan ikut memantau dan melakukan pengawasan terhadap program ini, melalui lintas komite, mulai dari Komite III membidangi kesejahteraan sosial, perlindungan anak, pendidikan dan kesehatan, Komite I membidangi pemerintah daerah, hukum dan HAM), hingga Komite IV bidang keuangan.
"Kami juga mengimbau kepada masyarakat yang mempunyai informasi keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan orang tua karena COVID untuk melapor ke pemerintah setempat atau dinas sosial. Kita perlu bersama memastikan hak-hak anak-anak ini tidak tercederai meski kehilangan orang tuanya," kata LaNyalla.
Baca juga: Ketua DPD RI mendapat gelar kehormatan dari Karaton Sumedang Larang
Baca juga: Ketua DPD RI tinjau langsung Command Center Sumedang