Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerjaan Migran Indonesia (BP2MI) meresmikan pelaksanaan peraturan pembebasan biaya pekerja migran Indonesia yang dilakukan melalui kredit usaha rakyat dan kredit tanpa agunan.
"Saya ingin mengatakan, say good bye. Selamat berakhir pesta pora para rentenir," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam Peresmian Pelaksanaan Peraturan BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Bagi Pekerja Migran Indonesia Melalui Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Tanpa Agunan dipantau secara daring di Jakarta, Kamis malam.
Itu, menurut dia, merupakan bentuk kehadiran negara menunjukan negara akan melindungi dari ujung rambut hingga ujung kaki pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai mana perintah Presiden Republik Indonesia kepada BP2MI.
Benny mengatakan berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa PMI tidak dapat dibebani biaya penempatan. Pada pasal penjelasan, tidak ada penjelasan siapa yang harus dibebaskan, siapa yang harus jadi prioritas negara untuk tidak dibebani biaya penempatan, pada sektor pekerjaan apa, dan mereka yang bekerja di negara penempatan mana.
"Sehingga saya memaknai perintah 30, yang disebut pekerja migran Indonesia yang tidak dapat dibebani biaya penempatan adalah seluruh pekerja migran Indonesia yang setiap tahun di luar kondisi pandemi kurang lebih harus kita berangkatkan 270.000 pekerja migran Indonesia," ujar dia.
Menurut Benny, jika menggunakan cost structure moderat yaitu Rp30 juta yang dibutuhkan setiap PMI untuk berangkat ke negara penempatan, maka setidaknya negara harus menyediakan anggaran kurang lebih Rp8,7 triliun untuk memberikan modal bekerja kepada 270.000 PMI setiap tahun.
"Pertanyaannya sanggupkah negara menyediakan anggaran Rp8,7 triliun setiap tahun. BP2MI sebagai badan yang anggarannya paling kecil di negara ini, untuk mengajukan penambahan anggaran kan butuh perjuangan yang sangat besar, terlebih jika negara harus menyediakan anggaran Rp8,7 triliun setiap tahun," ujar dia.
Jika BP2MI pasrah dengan kondisi itu, Benny mengatakan artinya PMI untuk kebutuhan modal bekerja harus menjual harta kekayaan milik keluarga atau meminjam pada rentenir dengan bunga 28,8 persen. Itu adalah sandra dan jeratan yang secara sistematis memiskinkan PMI.
"Mereka punya mimpi indah, harapan, cita-cita, agar keselamatan dan masa depan keluarganya bisa ditanggung dari hasil kerja mereka selama di luar negeri. Tapi banyak dari mereka yang harus kembali tidak memiliki apapun di luar mereka yang harus mengalami berbagai eksploitasi selama di negara-negara penempatan," katanya.
Sebelumnya, ia menjelaskan, PMI mendapatkan pinjaman, namun diberikan di akhir setelah mengikuti semua proses dan tahapan bahkan untuk mengeluarkan banyak biaya itu menjelang terbang ke negara penempatan. Itu secara substansi tidak dibutuhkan lagi oleh PMI, kecuali menjadi jeratan dan sandara agar mereka tetap menjadi mangsa atas pinjaman dengan bunga 28,8 persen.
PMI, kata Benny, menjadi katalis dan penjamin, bahkan keluarganya atas pinjaman itu sehingga mereka dikejar-kejar pihak ketiga atas pinjaman itu.
Mereka harus berhadapan dengan segala risiko karena persyaratan sangat sulit dipenuhi yang akhirnya mereka harus tunduk terjebak pada persyaratan lain di luar ketentuan yang secara liar justru dinikmati pemberlakuannya oleh banyak pihak. Dan negara saat itu, kata Benny, seolah tidak berdaya.
"Sehingga BP2MI dengan BNI hari ini akan meluncurkan program kredit tanpa agunan dan berikutnya kredit usaha rakyat, yang secara regulasinya sedang dibahas secara serius BP2MI dengan Kemenko (Ekonomi)," ujar dia.
Pinjaman hari ini justru diberikan di awal kepada PMI, maka uang yang digunakan benar-benar untuk modal bekerja dan membiayai semua tahapan dan proses sebelum mereka berangkat ke negara penempatan. BNI akan mengenakan bunga 11 persen atas pinjaman itu, dan Jasindo akan menjadi penjamin atas segala risiko pinjaman PMI tersebut.
Sebagai catatan, PMI memberikan devisa sebesar Rp159,6 triliun pada negara, hampir setara dengan sektor migas di Indonesia.
Baca juga: BP2MI gerebek sembilan tempat penampungan pekerja migran ilegal, 455 orang diselamatkan
Baca juga: BP2MI: Calon pekerja migran ilegal di Cirebon ditarik uang Rp50 juta per orang
Baca juga: BP2MI gerebek penampungan pekerja migran di apartemen Bogor